Selasa, 25 Januari 2022
(Sudah) SELESAI
Rabu, 19 Januari 2022
Perempuan bercadar hitam itu?
Lateefa Halimah.
Kata siapa bahwa hubungan yang lama akan menjamin hidup bahagia dan happy ending ini bukan sinetron atau film ftv kan, bisa saja kau hanya akan menjadi teman atau penyemangat hidup nya saja, tidak ada yang tau bukan?
Kisah ini berawal saat kami wisuda di salah satu kampus terbesar di Jakarta, terlihat baik-baik saja dan acara berjalan dengan baik.Dengan menggunakan toga dan kebaya yang indah membuatku merasa sangat cantik bak seorang putri keraton.Lalu lalang mahasiswa lain nampak menghiasi aula kampus, saling berjaba tangan, mengabadikan moment, hingga berbicara rencana kedepan setelah ini. Ada yang langsung menikah, ada yang mau bekerja di perusahaan besar bahkan juga ada yang mau rebahan dulu menikmati masa kebebasan tanpa buku dan tugas. Aku hanya bisa tersenyum waktu itu.
Aku mencari sosok di aula itu, sosok yang sangat penting bagiku. Dan dia ada di bangku paling belakang dekat pintu keluar bersama segerombolan teman sekelasnya lengkap memakai atribut wisuda.Akupun langsung menghampiri nya.
"hai Zayn,, selamat ya keren banget deh kamu" sapaku.
"hai sayang, makasih ya akhirnya kita lulus juga" Jawabnya.
ya, dia adalah Zayn kekasihku dan aku Zena kekasihnya, kita sudah lama menjalin hubungan mulai dari bangku SMA hingga sekarang lulus kuliah, kami sengaja memilih universitas yang sama agar bisa bersama-sama, terlalu kekanak-kanakan tapi ya begitulah kita.
Setelah acara selesai aku dan Zayn lanjut mencari makan di kantin belakang kesukaan kami, bakso urat pak Darmo. Di sepanjang lorong terlihat banyak kebahagiaan dari mahasiswa lain.
"Pak Darmo, seperti biasa yaa..." Ujar Zayn
"Siap mas Zayn, satu engga pakai bawang goreng satunya lagi engga pakai mie bihun dan dua es teh tanpa gula kan ?"
"jangan lupa pakai kuah ya pak, kemarin engga pakai kuah saya kira capjay haha.." kata Zayn, aku lantas mencubit dia.
Begitulah pak Darmo saking seringnya kita makan bakso disana beliau sampai hafal menu favorit kami.
Selesai makan, kita melanjutkan perjalanan pulang karena waktu sudah menunjukan pukul 15.00 dan mendung mulai berada diatas kepala. Karena rumah kami dekat dengan kampus kami selalu pulang dengan jalan kaki kalaupun harus membawa motor itu kalau kita telat saja.
"Ini atribut sengaja ga di lepas untuk apa sih?" tanyaku
"Biar orang-orang tau kalau ada 2 orang pinter yang sekarang udah lulus sarjana" sambil melirik gemas di sampingku
"haha kocak banget deh" jawabku ketawa.
Aku selalu merasa aman ketika Zayn bersamaku meskipun seribu orang mengucilkan aku, aku sama sekali tidak peduli. Dia selalu melakukan hal-hal konyol lainnya sampai membuat perut ini mulas, mulai dari sepatu merah jambu yang selalu dia pakai ke kampus, babydoll yang sering dia pakai untuk jogging bersamaku, hingga bando kelinci favorite yang biasa dia pakai saat kita melihat film avanger di bioskop.
Keesokan harinya terdengar pintu rumahku diketuk, pukul 6 pagi bahkan aku sendiri masih terlelap dengan boneka gajahku.Terdengar mamaku yang membukakan pintu.
"Zee nya ada tante?" Ternyata Zayn rupanya, yang sengaja datang kerumah untuk mengajak ku lari pagi seperti biasa.
"Ada nak Zayn, masuk dulu yuk" ujar mama
"iya tante"
"Mau jogging ya?" tanya mama.
''kok tau tante?"
"Soal nya itu pakai baju babydoll yang biasanya haha"
Seketika suasana sangat terasa hangat, Zayn pun tersipu malu sambil menggarukan kepalanya.Mereka memang sangat dekat, aku yang mengintip dari celah pintu kamar, dalam hati berharap momen ini akan terus aku lihat sampai aku tua nanti.
Kami pun beranjak lari mengelilingi komplek perumahan, lalu mampir ke alun-alun kota untuk mencari segelas es campur langganan aku dan Zayn.Sembari duduk dan meminum es campur itu sontak aku bertanya kepada Zayn
"Lalu bagaimana?'' tanyaku.
''Apanya?es nya?" jawab Zayn menoleh ke arahku
"Kedepan nya... kita!"
''ohh iya iya, kalau aku pasti akan bekerja Zee..." jawab Zayn sambil tetap lahap meminum es campurnya.
"Bekerja doang nih?" tanyaku mengeyel.
"yaaa lalu melamarmu, di atas monas haha"
"tinggi banget...." jawabku aneh
"biar tidak ada alasan kamu untuk menolak, kalau kamu menolak akan aku lempar kamu kebawah haha..." cekik Zayn
Andai kata-kata itu benar nyata, aku tak akan memberi sedikitpun alasan untuk menolak bahkan ketika dia berusaha keluar dari bumi ini aku akan tetap memaksa untuk ikut, kecuali dia yang menyuruhku tinggal sendiri.
Setelah cukup lama kita duduk akhirnya kita memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing, menyiapkan planning untuk kedepan nya.
Pukul menunjukan jam 8 malam, terdengar handphone ku berbunyi seakan ada yang menelefon dngan cepat aku langsung mengangkatnya dan ternyata itu Zayn
"halo sayang, aku ada kabar baik banget lohh..." ucap Zayn ditelfon dengan nada bahagia
"oiya apa?" tanyaku penasaran
''Aku diperboleh kan sama papa untuk meneruskan perusahaan nya di Maroko...''
Seketika jantung ini terasa berhenti berdetak dan mulai kehilangan fungsinya.
" halo sayang ?" sentak Zayn memastikan aku masih mengangkat telfon nya.
"oh iya halo... emm bagus sayang iya gak papa bagus untuk karir kamu hehe" dengan nadaku gelagap seakan ingin menolak dengan keras
"kamu support kan?" tanya nya cemas.
"emm iya iya pasti aku support, pasti sayang" jawab ku
Andai aku tak pernah berkata itu anda saja aku tak pernah membiarkan dia pergi begitu saja dan andai saja aku tidak mengiyakan.
Hari keberangkatan Zayn pun tiba, aku bersama Zayn dan keluarganya mengantarkan dia ke bandara, detik-detik perpisahan itu sangat jelas di kedua mata, terasa ada kekhawatiran yang sangat besar tapi masih kupaksa dengan lambaian tangan dan sedikit senyuman.
'' Aku bakal balik kok, titip papa sama mama ya Zee..." kata Zayn
Aku tidak menyangka bahwa kata-kata itu sangat berat untuk aku terima ,tidak seperti biasa saat dia pamit ke rumah teman atau bahkan membeli segelas coklat panas.
Setelah itu aku dan orang tua Zayn beranjak pulang, sepanjang jalan aku hanya melihat keluar jendela melihat pesawat itu lepas landas berharap hari ini adalah mimpi dan kamu masih duduk di sampingku di dalam mobil memimun segelas coklat panas atau snack kesukaan kita.
"Zee? kamu gak papa kan?" tanya mama Zayn
"oiya gak papa kok tante hehe" jawabku senyum tipis.
Beberapa hari setelah kepergian Zayn ke Maroko kita masih baik-baik saja, masih menelfon, video call, dan Zayn juga masih suka memakai babydoll kesukaan nya. Hanya saja sekarang dia tak nampak di hadapan ku lagi dan tidak menggenggam tangan ku lagi saat menyebrang jalan.
Beberapa bulan kemudian terdengar berita kematian papa Zayn yang sangat mengejutkan ku, setelah selesai sholat dhuhur aku bergegas ke rumahnya dengan pakain hitam dan wajah pucat. Sesampainya disana aku dengan kaki bergetar melihat sosok mama Zayn berlinang air mata yang bahkan aku tak pernah melihat beliau sesedih ini. Sekelilingku penuh dengan bunga duka cita penuh dengan tangisan sanak saudara bahkan teman terdekat Zayn juga menghadiri acara pemakaman nya. Namun aku tak melihat sosok Zayn pulang,meskipun sekedar melihat papa nya untuk yang terakhir kali.
Semenjak itu Zayn mulai tidak mengabariku nomor nya tidak aktif, email ku juga tidak di balas, semua akun nya juga hening tidak ada balasan. Sesekali aku mampir ke rumah Zayn berharap ada kabar atau berita baik dari Zayn, namun yang terlihat hanya mbak sri pembantu dirumahnya yang sedang mengeluarkan seisi perabotan rumah, dan bahkan mama Zayn tak terihat sedikitpun,
"Ibuk minggu lalu menyusul mas Zayn ke Maroko mbak, sepertinya akan menetap disana dan katanya rumah ini akan di jual," ujar mbak Sri pembantu disana.
"Mbak tau alamat tempat tinggal nya disana?" tanyaku penasaran.
"saya enggak tau alamat jelas nya mbak, tapi yang saya pernah dengar ibuk sering menyebut kan kota El jadida." jawabnya
Pikiran ku mulai tak tenang semua nampak membingung kan, dari kepergian Zayn yang tanpa kabar sekarang mama Zayn yang tiba-tiba pindah ke Maroko.
Setahun sudah masih tidak ada kejelasan, aku yang masih menunggu Zayn pulang, harapan dia akan melamarku di atas monas mulai surut, seringkali aku melamun entah kemana pikiran ku bahkan mama ku saja tak berani menyapaku, takut aku mengamuk.
Hati ini terkoyah lebih dalam mencekik perlahan hingga ke dasar jantung,aku masih menyalahkan diriku sendiri karena tidak mencegah kepergiannya
Aku memutuskan untuk pergi menyusul Zayn ke El jadida,Maroko dengan keterbatasan biaya dan baju seadanya tanpa berfikir panjang aku segera memesan tiket pesawat untuk keberangkatan besok tak lupa dengan seijin orangtuaku.
"Kamu yakin nak?'' tanya papaku
"Doain saja ya pa, Zee engga akan lama disana''kataku sambil memeluk nya erat, menahan tangis dan sesak yang teramat.
Pagipun tiba tepat pukul 8 pagi aku sudah sampai di bandara Jakarta ditemani papa dan mama, aku tidak tau keputusan apa ini, tapi aku lebih tidak mau gila oleh pikiranku sendiri karena terlalu lama menunggu,setidak nya setelah aku sampai disana aku mendapatkan jawabannya.
Akhirnya pesawatku lepas landas, mencoba mengangkat kaki dan meninggalkan yang ada disini, aku berharap aku bisa membawamu kembali ke Indonesia.Setelah cukup lama akhirnya aku sampai di bandara Internasional di Maroko, aku hanya membawa satu nama alamat, foto terakhir kita dan beberapa barang kesukaan mu.
Aku mencari taxi atau kendaraan lain untuk membawaku menuju El jadida,
"excusme, where are you going?" kata supir taxi yang aku tumpangi.
"El jadida" kataku
Perjalanan ku cukup menguras tenaga bahkan aku sama sekali tidak merasakan keindahan disana, mata dan fikiran ku hanya tertuju pada banyak pertanyaan.Tak terasa aku sangat lapar setelah taxi ku sampai ke kota El jadida aku segera mencari restaurant terdekat untuk makan dan mengisi daya tubuh.
Terlihat satu restaurant yang sangat menarik membuatku ingin makan disana dan segera memesan beberapa makanan khas Maroko.
" i want one tagien,one couscous, and one iced moroccan mint tea"
" ok please wait"
Senin, 17 Januari 2022
Rintik sendu di atap tendaku
Minggu, 16 Januari 2022
Soraya
"soraya....enak betul kau jam segini masih tertidur yaa !!"
"iya buuu,ini bangun..........."jawab gadis itu yang sontak langsung bangun dan membereskan kamarnya.
Itulah ibu soraya, wanita parubaya dengan rambut panjang terikat dan daster sepanjang lutut. Gadis itu tinggal bersama dengan ayah dan ibunya dari keluarga sederhana dengan sepetak rumah di pinggir sungai di bawah jembatan kota, setiap pagi buta Soraya selalu pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari dan memasaknya.
Tidak lupa sebelum berangkat ke pasar, gadis itu selalu membawa keranjang belanjanya.
"hey soraya jangan lupa belikan bapak mu ini rokok dan kopi di pasar, mintalah uang pada ibumu itu" ujar bapak soraya sembari duduk teras rumah.
"Tapi soraya hanya diberi uang 25 ribu pak"
"Mengamen saja kau sana, percuma kau sekolah tidak akan membuatmu kaya"
Soraya hanya terdiam dan tertunduk lesu dengan muka muram, namun ia tetap memberikan senyum manis dan gadis itu pun segera beranjak pergi.
Sering sekali soraya diperlakukan tidak semestinya oleh ayah dan ibunya tidak jarang mereka menyuruh gadis itu untuk berhenti sekolah saja, bapaknya yang seorang penjudi dan pemabuk itu hanya bisa pulang pergi dengan tangan kosong, membuat ibu Soraya yang bekerja sebagai pemulung sampah harus banting tulang siang dan malam demi mencukupi kebutuhan ekonomi.
Tidak itu saja ibunya juga sering menyebut gadis itu sebagai anak sial, karena menurutnya jika saja gadis itu tidak terlahir di dunia mungkin dia sudah bisa kabur dari pria penjudi itu tanpa harus memikirkan tanggung jawabnya menjadi seorang ibu dan terjebak dengan kehidupan sulit ini.
"bu, kemarin kepala sekolah bilang kalau SPP soraya 3 bulan sudah menunggak kalau tidak segera di lunasi, soraya bisa di keluarkan dari sekolah"
"bagus lah, tak usah sekolah pula kau ini, kau itu sama seperti bapak mu itu cuma menjadi beban untuk ku saja"
Dengan perasaan hancur lebur gadis itu tetap berangkat ke sekolah, air matanya berlinang pertanda ada harapan yang terpaksa harus di kubur dalam-dalam. Sesampai nya di sekolah tidak jarang Soraya mendapat ejekan dari teman nya karna bajunya yang kusut bekas jahitan dan sepatunya yang berlubang. Bahkan di sekolah pun Soraya tetap mendapat perlakuan tidak baik dari teman-teman nya.
Namun gadis itu tetap berharap bahwa suatu saat dia bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru dan membuat ayah ibunya bangga terhadapnya.
Pukul 12 siang bel sekolah pun berbunyi pertanda jam belajar selesai, gadis itu segera memasukan bukunya kedalam tas lalu pulang, dengan nafas terengah-engah dia segera melepas sepatu dan seragam sekolahnya lalu lekas dia cuci, karena dia hanya mempunyai satu seragam, wajar saja ketika pulang sekolah dia segera mencuci seragamnya agar besok bisa terpakai lagi.
"hey anak sial, lekas pergi ke pengepul sampah untuk menimbang sampah kita yang di belakang rumah itu, jangan kau enak-enakan saja"
"iya bu, soraya segera kesana.."
Dengan baju lusuhnya gadis itu pergi dengan membawa dua karung sampah untuk di timbang ke pengepul di perbatasan kota. Dengan berjalan kaki sekitar 2 kilometer gadis itu tetap membawa sampah-sampah itu hingga sampai ke pengepul. Setelah ke pengepul lalu gadis itu beranjak pulang dengan uang hasil mengepul sampah, barulah gadis itu bisa makan dan beristirahat.
"Dari mana saja kau, tak betah kali kau dirumah rupanya ya..."
"Urusi saja anak yang kau sekolahkan itu, buatkan aku makan dan kopi tak usah kau banyak tanya urusanku." ujar bapak Soraya.
"hey pria gila enak saja kau bicara, aku tak mengharapkan apa-apa soal anak itu jadi berhentilah untuk omong kosong dan carilah uang untuk ku."
Soraya yang mendengarkan orang tuanya bertengkar di balik pintu langsung kembali masuk ke kamarnya, pertengkaran itu hampir setiap hari dia dengar dan ia lihat bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari Soraya, hanya saja jika dia bisa memilih kepada siapa dia akan di lahirkan, dia hanya meminta orang tua yang sayang kepadanya.
Air mata gadis itu terasa mengering, Soraya hanya merasakan sakit yang tak mampu ia ucapkan lagi, bahkan dia pun tak tau harus mengadu kepada siapa.
Dihari libur pun gadis itu menghabiskan waktu dengan berjualan koran di pertigaan jalan kota, meskipun dari hasil jualan nya hanya mendapat lima ribu perhari, selalu ia kumpulkan untuk membeli buku dan peralatan tulis sekolah.
Meskipun hatinya hancur harinya tak lagi cerah semangat nya tak lagi ada, dia hanya berharap untuk tetap bisa hidup dan bersekolah.
Jika memang Tuhan men-takdirkan ia harus hidup dengan tekanan dari kedua orang tua, ejekan dari teman sekolahnya dan harus kehilangan masa kanak-kanak nya, Soraya selalu berkata pada dirinya sendiri "biar ibu dan bapak tidak menginginkan kehadiran Soraya, Soraya akan tetap hidup dan bersekolah untuk bapak dan ibu" ujar Soraya dalam hati.
When God between us (kata kita)
(My name is koala)
Dia adalah Genta mahendra biasanya di panggil Genta yang dalam warga hindu artinya permulaan yang baik .Dia asli Bali dan aku Ayu sholiha dari Jakarta. Aku melanjutkan pendidikan di salah satu universitas di Bali dan memutuskan untuk tinggal disana semenjak keluarga berpisah, karena ayahku asli Bali dan islam. Aku dan Genta bertemu di satu universitas dan menjadi teman sekelas, kami sangat berteman baik selama 5 semester.
Genta adalah orang yang baik, yang seringkali mengerjakan tugasku hingga segala makalah dan proposal dia yang mengerjakan, dia juga mahasiswa yang pintar hingga mendapat predikat terbaik di kampus. Beda sekali denganku yang pemalas dan bodoh hingga banyak yang menyebut kita sebagai si koala dan dolphin. Meskipun kita berbeda namun kita tetap bisa menjadi sahabat yang solid, bahkan ketika aku lupa mengerjakan tugas, Genta selalu menjadi alarm otomatis di setiap kepikunanku.
Waktu di taman kampus sembari mengerjakan tugas kita bercanda seperti biasa dengan memakan seplastik telur gulung kesukaanku dan Genta, yang kita beli dari luar untuk cemilan belajar hari ini, tiba-tiba suasana menjadi sangat serius dan Genta melontarkan pertanyaan, "apakah kita akan bisa terus berteman?" tanpa berfikir panjang tentu aku jawab iya karna aku berfikir itu adalah pertanyaan yang umum dipertanyakan sambil terus memakan telur gulung itu.
Lalu Genta melontarkan pertanyaan yang menurutku semakin berat untuk di jawab, "apakah di agamamu juga melarang adanya dua keyakinan yang berbeda untuk menjadi satu keyakinan? bagaimana jika aku meninggalkan keyakinan ku?apa aku akan menjadi seorang pendosa?" tanpa sadar sontak aku menjawab, "jika kamu saja bisa merebut dia dari tuhan nya atau kamu meninggalkan Tuhanmu, apakah masih bisa kita di sebut orang baik". Tiba-tiba suasana menjadi sangat hening,telur gulungku tak lagi sedap dan udara tak lagi segar saat itu. Jujur aku pun sendiri tidak tau apa makna dari pertanyaan Genta dan jawaban ku sendiri. Lalu seketika Genta mencoba mencair kan suasana dengan lelucon nya lalu kita pun kembali pulang dan memutuskan melanjutkan mengerjakan tugas besok.
Suatu saat aku dan Genta ditugaskan untuk membantu acara OSPEK di kampus, menyiapkan segalah persiapan dan materi. Saat hari H tiba semua maba di kumpulkan di aula untuk perkenalan dan acara lain nya.Acara berjalan sangat lancar, aku dan Genta sangat menikmati acara OSPEK hari itu.
Waktu jam istirahat perut ku merasa sangat lapar, dan aku memutuskan untuk melaksanakan sholat ashar terlebih dahulu lalu membeli makan di kantin sendiri karena Genta sibuk mengerjakan materi untuk hari esok, memang dia sangat di andalkan ketika ada acara kampus wajar saja dia sangat pintar dan cekatan memang. Saat aku mulai duduk pandangan ku menuju kepada satu anak perempuan yang duduk sendiri dipojok kantin dan ternyata dia adalah maba di kampus ini, tanpa berfikir panjang aku mendekatinya dan mengajak nya untuk makan bersama, dia pun juga sangat senang kelihatan nya. Lalu kita sempat berkenalan, namanya adalah Gantari perempuan asli Bali dan beragama hindu, wajar saja banyak mahasiswa hindu karna universitas ini termasuk universitas yang mayoritas adalah penduduk asli Bali pemeluk agama hindu.
Setelah itu aku dan Gantari berteman baik meskipun dia adik tingkat, dan aku memutuskan mengenalkan Gantari pada Genta.Genta sangat menerima Gantari dengan baik dan akhirnya kita bertiga berteman sangat erat.
Ternyata Gantari adalah murid yang cukup pandai waktu SMA nilainya cukup bagus dan banyak prestasi yang ia dapat, aku sangat bangga sebagai sahabat, selalu di kelilingi sahabat-sahabat yang pintar dan baik.
Suatu saat Genta mengajak ku untuk menemaninya ibadah di pura, mekipun kita berbeda kita selalu menghargai satu sama lain, biasanya saat Genta beribadah aku selalu menunggu di depan pura saampai selesai begitupun juga Genta, ketika aku sholat di masjid dia selalu menunggu di depan masjid sampai aku selesai melaksanakan sholat. Waktu itu aku tidak bisa menemaninya karena harus menemani ayah ke rumah sakit dan menyarankan untuk mengajak Gantari saja lagian mereka juga satu keyakinan.
Akhirnya Genta berangkat ke pura bersama Gantari, dan semejak itu Genta tidak pernah lagi mengajak aku untuk menemaninya beribadah ke pura, aku tidak masalah akan hal itu mungkin saja memang kita berbeda dan dia butuh teman yang sama untuk beridabah agar lebih khusuk.
Seringkali aku,Genta, dan Gantari tidak bisa berkumpul bersama seperti biasa karena keadaan ayah yang memang tidak bisa aku tinggal, namun kami masih berkomunikasi dengan baik dan sesekali Genta dan Gantari menjenguk ayah kerumah.Dan sepertinya kedekatan Genta dan Gantari mulai tercium olehku mulai dari mereka yang sering nonton bersama hingga ke perpustakaan bersama yang bahkan itu adalah time favoritku bersama Genta, aku tidak tau rasa ini mulai bercampur aduk rasa khuatir mulai timbul bahkan lebih takut dari pada kehilangan seorang sahabat seperti Genta.
Pada suatu saat aku memutuskan untuk berkumpul bersama mereka karna rasa rindu akan lelucon mereka dan berharap ini menjadi kali pertama kita melepas rasa rindu dengan kebersamaan kembali. Akhirnya setelah aku menghubungi Genta dan Gantari kami memutuskan berkumpul di tempat makan kesukaanku dan Genta di dekat pantai Pandawa. Kami sangat senang saat itu sambil memesan sate kelinci kesukaan Genta soto kesukaanku dan ayam taliwang kesukaan Gantari.Namun tidak lama Gantari pamit untuk pulang terlebih dahulu karena urusan tertentu.
Akhirnya aku dan Genta makan berdua dan kembali berbincang, tak lama itu aku menanyakan suatu hal dengan bahasa santai agar tidak terlalu kaku dan serius, "bagaimana Gantari wanita yang baik bukan?" jujur itu pertanyaan yang aku sendiri sebetulnya tidak mau aku pertanyakan, lalu Genta menjawab dengan santai bahwa Gantari wanita yang pintar dan sepertinya Genta menyukainya nya dan ingin segera mengungkapkan perasaan nya kepada Gantari. Seketika kaki ini terasa sangat lemas dan tangan ini terasa kehilangan fungsinya. Suasana seketika hening, lalu sontak Genta meminta pendapat tempat yang cocok untuk dia mengungkapkan perasaan nya kepada Gantari, lalu dengan gelagap aku menjawab,"ditempat kesukaanmu dimana kamu merasa tenang" dan Genta memilih taman kampus dimana taman itu kesukaanku dan Genta untuk mengerjakan tugas, bercanda sembari memakan telur gulung kesukaan kita.Mata ini mulai berat dan pikiran ini mulai kacau
Lalu Genta bertanya kembali,"kalau aku dan Gantari adalah sama,apa aku akan tetap menjadi pendosa" aku hanya terdiam dan menggelengkan kepala pertanda jawaban tidak, lalu kami memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah aku mulai mengerti bahwa Genta yang aku kenal adalah dia yang menyukaiku diam-diam namun dia tidak mau menjadikan aku jauh dari tuhan ku, karna tembok kami bukan perkara jarak atau waktu melainkan keyakinan dan kepercayaan seperti kata kita "aku tidak mau merebutmu dari tuhanmu dan menjadikanmu sebagai seorang pendosa". Aku pernah lupa kalau aku dan Genta berbeda, maka biarlah aku terus melupa agar persahabatan kita tetap ada, dan tanpa ada rasa kecewa.
Kini aku dan Genta telah lulus menempuh pendidikan terakhir dengan predikat yang sangat memuaskan dan Genta telah menemukan pasangan nya yaitu Gantari, yang masih menempuh pendidikan disana.
Genta akan melanjutkan bisnis nya di Bali dan aku akan mencari pekerjaan di Jakarta setelah itu,namun aku dan Genta berjanji akan tetap menjadi sahabat mengubur segala perbedaan dan harapan , berharap kita tidak menjadi asing setelah ini.
Bapak yang berpulang
Tepat pukul 03.00 dini hari, jam dinding berputar tidak pada semestinya, awan gelap menyelimuti dan kicauan burung tidak semerdu biasanya.Tangisan berkumandang kesana kemari hiruk pikuk pertanda rasa kehilangan yang teramat dalam. Dialah sosok penting bagi kami orang bilang sang pemimpin. Sekian lama dia menahan rasa sakit menelan obat berpuluh tahun terengah-engah menghela nafas, namun yang beliau tampakan adalah senyuman seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
Rambutnya yang memutih dan kulitnya yang keriput pertanda usia tak lagi muda, namun semangatnya untuk menghibur keluarga sangatlah membara. Kami pernah meminta pada Tuhan, beri kami pilihan jika suatu saat siapa yang akan kau (Tuhan) panggil terlebih dahulu, panggil saja kami (anak-anaknya). Tak apa kami tidak berada di dunia asal nafasnya tetap ada jiwanya tetap sehat.
Namun tuhan berkata lain, di hari itu kami merasa Tuhan telah mengingkari janji-Nya , tidak ada pertanda apapun bahkan sepatah kata, hembusan nafas terakhirnya mengiringi kepergian sosok sang pemimpin untuk selamanya, berjalan pulang kerumah Tuhan.Memaksa kuat dari jiwa yang hancur memaksa untuk tenang dari suasana yang terombang-ambing.
Tidak mau berandai-andai, namun jika sosok itu masih ada akan kami beri segalanya meskipun harus menukar jantung dan seisi tubuh, biar saja biar kami puas melihat beliau tersenyum.
Hari berganti hari tidak ada pertanda kesembuhan dari hati yang kehilangan, bahkan semakin membusuk dan memburuk.Perasaan yang gagal dan otak yang setiap malam bergelut dengan kesedihan seakan tidak mau menerima keadaan. Bisakah ini selesai?
Semangat yang hilang mengikis harapan hidup, hilangnya selera makan juga membuat semua semakin kusut, kami tidak tau sampai kapan ini berlanjut atau adakah hal baik lain dibalik kepergian nya?tapi menurutku tidak ada
Bahkan hingga tahun berganti bayangnya setiap pagi seakan menunggu kami di ruang makan seakan ingin meminta segelas kopi dan sepiring nasi goreng kesukaan nya. Bahkan keadaan itu semakin memburuk ketika ingatan semakin melupa, ketika kami selalu membawakan gorengan setiap pulang kerja berharap beliau memakan nya dengan lahap bersama kami diruang tv bercerita hal lucu lain nya, menonton acara kesukaan, dan meminum secangkir kopi panas sebelum kami terlelap.
Keadaan itu membunuh pikiran secara perlahan memaksa untuk melupakan hal-hal kecil yang kami lakukan setiap hari, menumbuhkan kekosongan seakan Tuhan tidak memberikan celah kami untuk hidup kembali.
Keadaan juga memaksa kami untuk ikhlas, yang bahkan kami sendiri tidak tau bagaimana untuk memulai kata itu.
Tentangmu dan segala isinya
1. 2021 Kadang, aku terjebak dalam kenangan tahun itu, Hujan deras, bayanganmu mulai memudar. Aku menawarkan payung, namun kau terlalu jauh,...

-
1. 2021 Kadang, aku terjebak dalam kenangan tahun itu, Hujan deras, bayanganmu mulai memudar. Aku menawarkan payung, namun kau terlalu jauh,...
-
Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...
-
Kata orang pernikahan itu sumber bahagia dan katanya pernikahan itu sebagai pelengkap hidup kita yang kosong di masa lalu. Katanya meskipun ...