Rabu, 19 Januari 2022

Perempuan bercadar hitam itu?

 Lateefa Halimah.


    Kata siapa bahwa hubungan yang lama akan menjamin hidup bahagia dan happy ending ini bukan sinetron atau film ftv kan, bisa saja kau hanya akan menjadi teman atau  penyemangat hidup nya saja, tidak ada yang tau bukan?

Kisah ini berawal saat kami wisuda di salah satu kampus terbesar di Jakarta, terlihat baik-baik saja dan acara berjalan dengan baik.Dengan menggunakan toga dan kebaya yang indah membuatku merasa sangat cantik bak seorang putri keraton.Lalu lalang mahasiswa lain nampak menghiasi aula kampus, saling berjaba tangan, mengabadikan moment, hingga berbicara rencana kedepan setelah ini. Ada yang langsung menikah, ada yang mau bekerja di perusahaan besar bahkan juga ada yang mau rebahan dulu menikmati masa kebebasan tanpa buku dan tugas. Aku hanya bisa tersenyum waktu itu.

      Aku mencari sosok di aula itu, sosok yang sangat penting bagiku. Dan dia ada di bangku paling belakang dekat pintu keluar bersama segerombolan teman sekelasnya lengkap memakai atribut wisuda.Akupun langsung menghampiri nya.

"hai Zayn,, selamat ya keren banget deh kamu" sapaku.

"hai sayang, makasih ya akhirnya kita lulus juga" Jawabnya.

ya, dia adalah Zayn kekasihku dan aku Zena kekasihnya, kita sudah lama menjalin hubungan mulai dari bangku SMA hingga sekarang lulus kuliah, kami sengaja memilih universitas yang sama agar bisa bersama-sama, terlalu kekanak-kanakan tapi ya begitulah kita.

        Setelah acara selesai aku dan Zayn lanjut mencari makan di kantin belakang kesukaan kami, bakso urat pak Darmo. Di sepanjang lorong terlihat banyak kebahagiaan dari mahasiswa lain. 

"Pak Darmo, seperti biasa yaa..." Ujar Zayn 

"Siap mas Zayn, satu engga pakai bawang goreng satunya lagi engga pakai mie bihun dan dua es teh tanpa gula kan ?" 

"jangan lupa pakai kuah ya pak, kemarin engga pakai kuah saya kira capjay haha.." kata Zayn, aku lantas mencubit dia. 

Begitulah pak Darmo saking seringnya kita makan bakso disana beliau sampai hafal menu favorit kami.

       Selesai makan, kita melanjutkan perjalanan pulang karena waktu sudah menunjukan pukul 15.00 dan mendung mulai berada diatas kepala. Karena rumah kami dekat dengan kampus kami selalu pulang dengan jalan kaki kalaupun harus membawa motor itu kalau kita telat saja.

"Ini atribut sengaja ga di lepas untuk apa sih?" tanyaku

"Biar orang-orang tau kalau ada 2 orang pinter  yang sekarang udah lulus sarjana" sambil melirik gemas di sampingku

"haha kocak banget deh" jawabku ketawa.

Aku selalu merasa aman ketika Zayn bersamaku meskipun seribu orang  mengucilkan aku, aku sama sekali tidak peduli. Dia selalu melakukan hal-hal konyol lainnya sampai membuat perut ini mulas, mulai dari sepatu merah jambu yang selalu dia pakai ke kampus, babydoll yang sering dia pakai untuk jogging bersamaku, hingga bando kelinci favorite yang biasa dia pakai saat kita melihat film avanger  di bioskop.

Keesokan harinya terdengar pintu rumahku diketuk, pukul 6 pagi bahkan aku sendiri masih terlelap dengan boneka gajahku.Terdengar mamaku yang membukakan pintu.

"Zee nya ada tante?" Ternyata Zayn rupanya, yang sengaja datang kerumah untuk mengajak ku lari pagi seperti biasa.

"Ada nak Zayn, masuk dulu yuk" ujar mama

"iya tante"

"Mau jogging ya?" tanya mama.

''kok tau tante?"

"Soal nya itu pakai baju babydoll yang biasanya haha" 

Seketika suasana sangat terasa hangat, Zayn pun tersipu malu sambil menggarukan kepalanya.Mereka memang sangat dekat, aku yang mengintip dari celah pintu kamar, dalam hati berharap momen ini akan terus aku lihat sampai aku tua nanti.

       Kami pun beranjak lari mengelilingi komplek perumahan, lalu mampir ke alun-alun kota untuk mencari segelas es campur langganan aku dan Zayn.Sembari duduk dan meminum es campur itu sontak aku bertanya kepada Zayn

"Lalu bagaimana?'' tanyaku.

''Apanya?es nya?" jawab Zayn menoleh ke arahku

"Kedepan nya... kita!"

''ohh iya iya, kalau aku pasti akan bekerja Zee..." jawab Zayn sambil tetap lahap meminum es campurnya.

"Bekerja doang nih?" tanyaku mengeyel.

"yaaa lalu melamarmu, di atas monas haha" 

"tinggi banget...." jawabku aneh

"biar tidak ada alasan kamu untuk menolak, kalau kamu menolak akan aku lempar kamu kebawah haha..." cekik Zayn 

Andai kata-kata itu benar nyata, aku tak akan memberi sedikitpun alasan untuk menolak bahkan ketika dia berusaha keluar dari bumi ini aku akan tetap memaksa untuk ikut, kecuali dia yang menyuruhku tinggal sendiri.

Setelah cukup lama kita duduk akhirnya kita memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing, menyiapkan planning untuk kedepan nya.

Pukul menunjukan jam 8 malam, terdengar handphone ku berbunyi seakan ada yang menelefon dngan cepat aku langsung mengangkatnya dan ternyata itu Zayn

 "halo sayang, aku ada kabar baik banget lohh..." ucap Zayn ditelfon dengan nada bahagia

"oiya apa?" tanyaku penasaran

''Aku diperboleh kan sama papa untuk meneruskan perusahaan nya di Maroko...''

Seketika jantung ini terasa berhenti berdetak dan mulai  kehilangan fungsinya.

" halo sayang ?" sentak Zayn memastikan aku masih mengangkat telfon nya.

"oh iya halo... emm bagus sayang iya gak papa bagus untuk karir kamu hehe" dengan nadaku gelagap seakan ingin menolak dengan keras 

"kamu support kan?" tanya nya cemas.

"emm iya iya pasti aku support, pasti sayang" jawab ku

Andai aku tak pernah berkata itu anda saja aku tak pernah membiarkan dia pergi begitu saja dan andai saja aku tidak mengiyakan.

         Hari keberangkatan Zayn pun tiba, aku bersama Zayn dan keluarganya mengantarkan dia ke bandara, detik-detik perpisahan itu sangat jelas di kedua mata, terasa ada kekhawatiran yang sangat besar tapi masih kupaksa dengan lambaian tangan dan sedikit senyuman.

'' Aku bakal balik kok, titip papa sama mama ya Zee..."  kata Zayn

Aku tidak menyangka bahwa kata-kata itu sangat berat untuk aku terima ,tidak seperti biasa saat dia pamit ke rumah teman atau bahkan membeli segelas coklat panas.

Setelah itu aku dan orang tua Zayn beranjak pulang, sepanjang jalan aku hanya melihat keluar jendela melihat pesawat itu lepas landas berharap hari ini adalah mimpi dan kamu masih duduk di sampingku di dalam mobil memimun segelas coklat panas atau snack kesukaan kita.

"Zee? kamu gak papa kan?" tanya mama Zayn

"oiya gak papa kok tante hehe" jawabku senyum tipis.

Beberapa hari setelah kepergian Zayn ke Maroko kita masih baik-baik saja, masih menelfon, video call, dan Zayn juga masih suka memakai babydoll kesukaan nya. Hanya saja sekarang dia tak nampak di hadapan ku lagi dan tidak menggenggam tangan ku lagi saat menyebrang jalan.

     Beberapa bulan kemudian terdengar berita kematian papa Zayn yang sangat mengejutkan ku, setelah selesai sholat dhuhur aku bergegas ke rumahnya dengan pakain hitam dan wajah pucat. Sesampainya disana aku dengan kaki bergetar melihat sosok mama Zayn berlinang air mata yang bahkan aku tak pernah melihat beliau sesedih ini. Sekelilingku penuh dengan bunga duka cita penuh dengan tangisan sanak saudara bahkan teman terdekat Zayn juga menghadiri acara pemakaman nya. Namun aku tak melihat sosok Zayn pulang,meskipun sekedar melihat papa nya untuk yang terakhir kali.

     Semenjak itu Zayn mulai tidak mengabariku nomor nya tidak aktif, email ku juga tidak di balas, semua akun nya juga hening tidak ada balasan. Sesekali aku mampir ke rumah Zayn berharap ada kabar atau berita baik dari Zayn, namun yang terlihat hanya mbak sri pembantu dirumahnya yang sedang mengeluarkan seisi perabotan rumah, dan bahkan mama Zayn tak terihat sedikitpun,

"Ibuk minggu lalu menyusul mas Zayn ke Maroko mbak, sepertinya akan menetap disana dan katanya rumah ini akan di jual," ujar mbak Sri pembantu disana.

"Mbak tau alamat tempat tinggal nya disana?" tanyaku penasaran.

"saya enggak tau alamat jelas nya mbak, tapi yang saya pernah dengar ibuk sering menyebut kan kota El jadida." jawabnya

Pikiran ku mulai tak tenang semua nampak membingung kan, dari kepergian Zayn yang tanpa kabar sekarang mama Zayn yang tiba-tiba pindah ke Maroko.

     Setahun sudah masih tidak ada kejelasan, aku yang masih menunggu Zayn pulang, harapan dia akan melamarku di atas monas mulai surut, seringkali aku melamun entah kemana pikiran ku bahkan mama ku saja tak berani menyapaku, takut aku mengamuk.

Hati ini terkoyah lebih dalam mencekik perlahan hingga ke dasar jantung,aku masih menyalahkan diriku sendiri karena tidak mencegah kepergiannya

Aku memutuskan untuk pergi menyusul Zayn ke El jadida,Maroko dengan keterbatasan biaya dan baju seadanya tanpa berfikir panjang aku segera memesan tiket pesawat untuk keberangkatan besok  tak lupa dengan seijin orangtuaku.

"Kamu yakin nak?'' tanya papaku

"Doain saja ya pa, Zee engga akan lama disana''kataku sambil memeluk nya erat, menahan tangis dan sesak yang teramat.

    Pagipun tiba tepat pukul 8 pagi aku sudah sampai di bandara Jakarta ditemani papa dan mama, aku tidak tau keputusan apa ini, tapi aku lebih tidak mau gila oleh pikiranku sendiri karena terlalu lama menunggu,setidak nya setelah aku sampai disana aku mendapatkan jawabannya.

    Akhirnya pesawatku lepas landas, mencoba mengangkat kaki dan meninggalkan yang ada disini, aku berharap aku bisa membawamu kembali ke Indonesia.Setelah cukup lama akhirnya aku sampai di bandara Internasional di Maroko, aku hanya membawa satu nama alamat, foto terakhir kita dan beberapa barang kesukaan mu.

Aku mencari taxi atau kendaraan lain untuk membawaku menuju El jadida,

"excusme, where are you going?" kata supir taxi yang aku tumpangi.

"El jadida" kataku

Perjalanan ku cukup menguras tenaga bahkan aku sama sekali tidak merasakan keindahan disana, mata dan fikiran ku hanya tertuju pada banyak pertanyaan.Tak terasa aku sangat lapar setelah taxi ku sampai ke kota El jadida aku segera mencari restaurant terdekat untuk makan dan mengisi daya tubuh.

Terlihat satu restaurant yang sangat menarik membuatku ingin makan disana dan segera memesan beberapa makanan khas Maroko.

" i want one tagien,one couscous, and one iced moroccan mint tea"

" ok please wait" 

Akhirnya makanan ku sudah datang dan aku segera melahapnya karena memang aku belum makan dari kemarin, ketika aku memakan makanan ku, tatapanku tertuju pada satu perempuan bercadar hitam di pojok restaurant yang sedari tadi menatapku dengan tatapan misterius. Aku tidak begitu peduli melihatnya dan lanjut menghabiskan makanan ku.

         Setelah makan aku melanjutkan mencari alamat Zayn di penjuru tempat dari ujung keujung menunjukan foto Zayn barangkali ada yang melihatnya atau mengenalinya, ternyata mencari seseorang di negara orang tidak semuda itu bahkan rasa ingin menyerah beberapa kali timbul di otaku. Aku terduduk lemas di sebuah kursi tua di pinggir jalan kota, terdengar suara magrib berkumandang dan ternyata dari aku duduk tidak jauh ada sebuah masjid besar. Banyak sekali orang yang antusias datang ke masjid untuk melaksanakan sholat magrib beda sekali dengan di negaraku, saat aku hendak mengambil air wudlu aku melihat sosok perempuan bercadar hitam itu lagi, seakan mengikuti ku.
''Ini orang ngikutin aku apa gimana sih, jangan-jangan teroris" dalam hatiku menggerutu.
        Setelah sholat selesai aku terduduk di depan masjid sambil melihat alamat itu dalam hati berkata, "Dimana lagi sih aku mencari kamu Zayn?"Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahuku,
"Asalammualaikum" 
''ohh ya wa.. waalaikumsalam" jawabku dengan kaget,
matanya tak asing bagiku, dialah perempuan bercadar hitam itu tepat di depan mataku, aku terpaku melihat matanya yang berwarna kebiruan dengan bulumata yang lentik dan alis yang sedikit tebal, dia sangat cantik meskipun sebagian wajahnya tertutupi.
"i've seen several time like loking for something?" katanya dengan suara sangat lembut dan anggun.
'' ohh ya of course,im looking for someone in El Jadida" kataku
" my name is Lateefa Halimah" sambil mengulurkan tangan nya
'' my name Zena from indonesia" 
           Dialah Lateefa Halimah perempuan bercadar itu, dan sangat baik kelihatan nya sampai tak terasa kita berbincang hingga cukup malam. Dia menawariku tidur di rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari masjid tempat kami berbincang, sebenarnya aku ingin menolak karna aku baru mengenalnya dan pastinya ada sedikit rasa takut dan cemas.Namun sepertinya aku terlalu malam untuk mencari penginapan dekat sini dan tubuh ku sangat lelah karena perjalanan ku mencari Zayn.
"you are married?" kataku setelah sampai di rumah Halimah
"yeah of course, but my husband is not coming home tonight because he has work" jawab Halimah dengan senyuman yang terlihat dari kerutan matanya.
"is he a good man?"
"yes, he is a good man, he is handsome and also a pious man"
Aku hanya tersenyum mendengar cerita Halimah saat itu, berharap aku dan Zayn juga bisa mempunyai hidup bahagia seperti mereka, namun aku tak melihat foto pernikahan mereka atau foto suami halimah disetiap ruangan? ah sudah lah mungkin mereka baru pindah rumah jadi tidak sempat menempelkan foto mereka kedinding. Akupun bergegas tidur di kamar tamu dekat ruang ruang tv.
           Pagi itu aku dan Halimah terbangun cukup pagi untuk melaksanakan sholat subuh dan memasak untuk sarapan karena suami Halimah akan pulang pagi ini.
Terdengar ketukan pintu yang cukup keras terdengar hingga kedapur,
''tok...tok.......tok....... asalamualaikum"
Karena Halimah sedang memasak makanan maka aku yang akan membukakan pintu, ketika gagang pintu ku buka dan aku tarik pintu itu, aku terkejut sangat amat terkejut. Aku melihat sosok yang tak asing, mata yang sering aku tatap rambut hitam yang biasa aku usap dan sedikit kumis diatas bibirnya. 
          Kita bertatapan cukup lama rasa senang bercampur banyak pertanyaan, bibir ini seakan ingin mengucap namun terbungkam oleh pertanyaan bodoh itu dan dia yang menatapku seakan ingin menjelaskan sesuatu.
" waalaikumsalam...zayn you're back? this is my friend Zena from Indonesia" Kata Halimah, yang memperkenalkan ku kepada Zayn yang bahkan dia masih aku anggap miliku
'' haii zayn........" sapa ku dengan gelagap dan tatapan tajam
" he is my husband, Zayn" 
Kau tau rasanya? hancur lebur, selama ini aku menunggu jawaban dan kabar memberanikan diri keluar dari negaraku namun yang aku cari sekarang menjadi suami orang. Bagaimana bisa?
        Aku masih sangat kesal, kecewa, terbakar, dan terkoyah. Kini aku dan Zayn  dalam satu meja makan dengan lauk yang sama dengan nasi yang sama di kota sama namun dengan status yang berbeda.
Tak sepatah katapun Zayn memberikan penjelasan, hingga akhirnya dia hanya menuliskan sepucuk kertas putih yang ia selipkan di bawah pintu kamarku berharap Halimah (istrinya) tidak pernah mengetahui tentang aku dan Zayn
"Aku tidak tau harus memulai percakapan ini dari mana, melihatmu berdiri didepan ku saat ini membuatku sangat terpukul seakan waktu tidak memberiku celah untuk bernafas. Kau tau? bukan kamu saja yang kecewa aku pun sangat menyalahkan diriku sendiri selama ini, bahkan setiap hariku adalah penyesalan.Kau tau apa yang sangat menyakitkan? dipaksa menikah dengan seorang gadis yang tidak aku sukai oleh orang yang sudah mendekati ajalnya, bahkan aku tak mampu menjelaskan keadaan saat itu padamu Zee, karena aku tau kau tak akan mau mendengarnya, biar ini menjadi dosaku padamu atas segala janji yang tidak mampu aku tepati, atas segala impian kita yang terpaksa harus kita kubur dalam-dalam. Biar ini menjadi rahasia dan masa lalu kita, aku harap Halimah tidak pernah tau tentang kita ,kembalilah Zee keberadaan kita disini hanya membakar luka ini semakin dalam, kamu harus sembuh dan aku akan tetap disini menutup mata akan kegagalan kisah kita, maafkan aku Zee. Tertulis: Zayn"

        Surat itu pertanda terakhir hubunganku dan Zayn, aku tidak cukup jahat untuk merebutnya dan memaksanya kembali. Keesokan harinya aku berpamitan pulang ke Indonesia pada Halimah dan tentu saja juga pada Zayn, Tidak apa sedikit sakit yang pasti aku telah menemukan jawaban nya entah harus bagaimana aku menjelaskan kepada orang tuaku nanti di rumah.


Terimakasih Zayn.

1 komentar:

(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...