Selasa, 25 Januari 2022

(Sudah) SELESAI


   
Di kota ini adalah awal langkah terberat di hidupku, menopang beban dari kerasnya kota metropolitan dan ketidakadilan sang pencipta dimana aku berusaha sekuat tenaga menjadi seorang kakak sekaligus orang tua bagi adik ku. Nadira namanya, gadis berumur 10 tahun yang menderita kanker sel darah  putih atau yang sering disebut leukima sejak dia berumur 1 tahun, yang harus merasakan sakit yang teramat pada bagian kepala dan sering kali mengeluarkan darah pada bagian hidung/mimisan,serta harus meminum ratusan obat-obatan itu untuk menyambung hidup nya.
    Dan aku Rindu, seorang remaja yang akan melakukan apapun demi kesembuhan adiknya sekalipun harus menjadikan dirinya sebagai seorang kupu-kupu malam, menjatuhkan harga dirinya untuk membeli sesuap nasi dan perawatan adiknya. Kedua orang tua kami meninggal 7 tahun lalu karena kecelakaan maut yang membuat kami hidup sebatang kara tanpa arah dan tujuan, Nadira tak pernah tau apa pekerjaaan ku selama ini, aku pun tak sampai hati menceritakan nya dia hanya tau aku bekerja di salah satu kafe setiap malam sebagai kasir.
"kak Rindu hari ini tidak bekerja?" tanya Nadira
"bekerja kok dek, kenapa?"
"hmm obat Nadira habis kak"
''besok kita beli ya, kamu tenang saja dek" 
Percakapan itu sering kali kami katakan yang membuat dada ini seketika sesak memaksaku harus bekerja lebih keras lagi dan memaksaku menemani laki-laki bejat itu, tapi aku tidak ada pilihan lain, aku tidak peduli tentang hidupku, aku hanya mau Nadira tetap hidup dan aku tetap melihatnya setiap hari dirumah ini.
     Tepat pukul 7 malam aku segera menyiapkan diri untuk berangkat bekerja, pekerjaan kotor itu.
Memasukan pakaian-pakaian itu serta semua make up, aku selalu simpan perlengkapanku di tempat yang aman berharap Nadira tidak menemukannya.
"Alena... om sudah sampai nih kamu dimana?"
"Tunggu didepan perempatan kota ya, aku segera kesana"
Mereka memanggilku Alena sengaja aku mengganti  namaku agar tidak ada yang mengetahui siapa aku sebenarnya. Tidak ada yang bahagia dengan pekerjaan ini, sekalipun mereka memberiku begitu banyak uang dan menjanjikan segala kebutuhan ku dan Nadira. Aku tau ini sangat menjijikan bahkan aku tak mampu mengampuni diriku sendiri.Tak sekali dua kali aku di labrak oleh salah satu istri laki-laki itu,bahkan sempat aku di laporkan ke polisi karna telah menjalin hubungan gelap dengan suaminya, namun aku memohon bahkan sujud kepada mereka agar tidak dimasukan ke sel penjara.
    Wanita mana yang tidak sakit hati ketika suaminya membayar gadis untuk menemani malamnya dan menjalin hubungan gelap, akupun jika berada di posisi mereka mungkin akan melakukan hal yang sama.
     Sesampainya aku di perempatan jalan sesuai janji, aku segera masuk kedalam mobil dan menuju ke salah satu hotel bintang 5.
''Nanti uangnya aku transfer saja ya...." kata lak-laki itu
''tapi janji ya...soalnya aku butuh banget om" kataku merayu
    Hari sangat cepat berganti, setelah pekerjaan ku selesai aku bergegas kembali kerumah. Sebelum itu aku mampir ke apotek terlebih dahulu untuk membelikan Nadira obat dan sebungkus nasi padang kesukaan nya. Tidak ada yang paling berarti di dunia selain kebahagiaan Nadira
''kak Rindu sudah pulang?" tanya Nadira yang menyambutku di ruang tamu
''sudah dek, eh kakak membawa nasi padang kesukaan kamu loh... dimakan ya sayang" jawabku 
"wahhh makasih ya kak...kakak memang terbaik deh"
     Malam ini aku tidak bekerja karna memang tidak ada panggilan dan aku ingin menemani Nadira karena ia mengeluh kepalanya sakit.
"kak kepala Nadira sakit lagi..." kata Nadira yang semakin pucat
"kakak ambilkan minum dulu ya dek"
Aku yang segera berlari ke dapur untuk membuatkan teh hangat, saat aku membuatkan teh hangat terdengar sesuatu terjatuh dari arah kamar Nadira.
"GUBRAAKKK"
Sontak aku yang terkejut langsung berlari menuju kamar Nadira, saat aku membuka kamarnya Nadira sudah terjatuh pingsan di bawah ranjang dengan darah mengucur di hidung nya.
"Dek bangun...Nadira bertahan sayang kakak segera bawa kamu kerumah sakit yah" kataku.
Suasana semakin panik ketika mata Nadira mulai sayup dan setengah tertutup, aku segera menelfon ambulance dan kami pun berangkat menuju rumah sakit terdekat.
"kak Rindu... Nadira nggak papa kok, kak Rindu jangan menangis"  suara Nadira yang semakin melemas
"Nadira kakak disini, Nadira harus temani kakak terus ya kakak nggak mau sendiri" 
Air mataku yang tak terbendung di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, kondisi ini pernah terjadi 3 tahun yang lalu, namun Nadira masih selamat dan aku berharap kali ini Tuhan masih berbaik hati padaku.
      Sesampainya disana Nadira langsung di arahkan ke ruang oprasi, dan aku segera mengurus segala administrasi agar Nadira segera ditangani.
"Dok selamatkan adek saya ya....."kataku dengan suara sesegukan
"kami akan mengusahakan yang terbaik untuk saudara Nadira ya bu"
      2 jam pun tak terasa sudah berjalan namun belum ada tanda-tanda dari pihak dokter selesai, pikiran ini mulai cemas hiruk-pikuk suasana menambah kegelisahan.
Jika Nadira mampu melewati masa sulit ini sekali lagi aku berjanji akan memberikan apa saja yang dia mau, membawa dia mengelilingi dunia seperti impian nya membelikan boneka sebanyak yang dia mau dan membuatkan nya kue kesukaan nya setiap hari.
     Terdengar suara pintu terbuka dari ruang Nadira, akupun bergegas mengahampiri dokter spesialis yang menangani operasi Nadira.
"bagaimana keadaan adek saya dok, dia selamatkan?saya bisa melihatnya sekarang?" kataku penuh harap.
Namun aku tidak melihat raut wajah kepuasan dari dokter tersebut, bahkan saat aku menanyakan pertanyaan itu, dokter itu hanya tertunduk saja tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"kok doketr diem aja sih,? saya sedang bertanya loh!!"
"maaf bu Rindu, kami sudah berusaha semampu kami namun Tuhan lebih sayang saudara Nadira"
Kata-kata itu seakan merenggut juga nyawaku tangisku semakin menjadi-jadi, lalu aku harus apa setelah ini?Ayah dan ibu sudah pergi lalu Nadira pun juga ikut menyusul mereka.
Aku yang masuk keruang terakhir Nadira menangis berharap tuhan mengembalikan nyawa adik ku, tidak ada kata yang mampu aku ucapkan. Aku melihat Nadira terbujur kaku dengan mulut membiru tanpa hembusan nafas.
    Aku yang mengantarkan Nadira ke pemakaman merasa gagal menjaganya tetap hidup, merasa gagal menjadi kakak yang baik merasa gagal atas titipan ayah dan ibu.
Taburan bunga itu seakan mengugurkan  hidupku pula, membawaku kedalam kekelaman yang semakin dalam, semua orang di pemakaman itu hanya memeluk ku dengan erat memintaku untuk ikhlas mengantarkan Nadira di tempat peristirahatan terakhirnya.
   Sebulan kemudian,aku tak lagi bekerja dalam pekerjaan kotor itu karena untuk apa lagi bahkan hidupku sudah tidak berguna setelah ini. Aku masih mengingat hentakan kaki Nadira melihat dia bermain diteras memasakan makanan untuk kita sarapan dan masih banyak. Saat aku memutuskan untuk membersihkan kamar Nadira dan membereskan sisa barang yang ada ,aku melihat obat-obatan itu yang setiap hari harus ia telan berbagai bentuk berbagai warna, aku yakin Nadira tak menyukai itu namun aku selalu memaksanya untuk minum, sangat jahat bukan.
   Entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku mengambil segenggam obat-obatan itu dan mengambil segelas air. Aku tak tau apa yang akan terjadi setelah obat-obatan itu aku paksa masuk kedalam tubuhku yang pasti setidaknya aku bisa merasakan apa yang Nadira rasakan selama ini.
   Perutku mulai terasa sangat panas dan tenggorokan ini terasa tercekik semua saraf mulai tidak berfungsi sebagai mana mestinya ,aku merasa ajalku sudah sampai diujung mata aku tak mampu membuka mata dan merasakan sakit yang teramat, aku terjatuh aku hanya mendengar teriakan beberapa orang memanggil namaku dan meminta pertolongan namun aku tidak bisa merasakan apapun lagi.
   Aku berharap Tuhan tidak menyelamatkanku setelah ini agar semua selesai dan aku bisa berkumpul bersama ayah,ibu,dan adiku Nadira di tempat yang abadi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...