Senin, 17 Januari 2022

Rintik sendu di atap tendaku



Pendakian ini adalah kali kedua setelah sekian lama menutup pintu rumah dan menutup mata akan bising nya kota dan kata-kata itu.Berharap otak ini mampu lupa akan banyak hal dan semua yang terjadi, dan berharap di atas sana bisa membuang satu nama yang sengaja aku bawa hingga kepuncak, dan menguburnya di atas sana agar tak satupun tersisa sampai dirumah. Konon katanya gunung adalah tempat pelarian terbaik untuk segala gundah dan resah hatimu, aku tak pernah percaya mitos itu namun untuk pertama kalinya aku berharap itu benar-benar nyata.
Kami berangkat berempat setelah lama berunding, dan kami memutuskan akan melakukan pendakian di hari minggu di pertengahan bulan Juli di salah satu gunung terkenal di Jawa Timur. Dito,Vivi,Sakti, dan aku Kumala. Aku bergegas menelfon Dito sebelum keberangkatan,
"Dit..tunggu gue di bc biasa ya, habis ini gue nyusul" kataku
"iya mal, santai aja" ujar dito
Kami memutuskan untuk stay di basecamp pukul 2 sore dan seperti biasa, dalam pendakian tepat waktu adalah fana dan ketidakmungkinan. Setelah aku selesai berberes memasukan satu persatu baju, matras, alat masak dan kebutuhan lainnya, aku bergegas berangkat menuju basecamp karena chat sudah di penuhi oleh omelan anak-anak.
 "woy lama banget lo mal, ketiduran ya? udah mendung nih" pesan tersemat dari vivi.
" iya ini juga udah mau gas kok" jawab pesan ku
Sepanjang jalan diatas motor matic ku yang terdengar hanya kekosongan, tatapan kosong sambil bernyanyi lagu kesukaan aku dan dia, tentang candaan-candaan itu seolah-olah tidak ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi setelah ini. Hangat terik matahari sepanjang jalan semakin membakar setiap isi otak ku mengepulkan setiap pertemuan yang pada akhirnya menjadi abu.
Lampu merah di perempatan kota itu pernah memberhentikan aku bersama dia, dengan tangannya di lututku dan aku yang memegang ice cream coklat kesukaanku hingga melewati perkebunan teh yang sama, yang sekarang aku lewati menuju basecamp.
"eh enak kali ya kalau kita punya rumah disini pasti seger banget deh.." ucapku
"ahh kamu itu dasar... kemaren kita lewat kota kamu pengen punya rumah dikota sekarang lewat kebun teh pengen punya rumah di kebun teh,pindah-pindah mulu kayak laron"
Bahkan suara itu masih jelas di telingaku, masih hafal setiap dialog yang pernah diucapkan bahkan saat ini menjadi alarm yang menguras pendengaran dan ingatanku.
Tak terasa satu jam sudah aku berjalan menelusuri jalan, dan akupun sampai ke basecamp, segera ku hapus muka muramku dan kupasang wajah bahagia. Terlihat muka-muka yang tidak asing dan sedikit mengerut yaitu sahabat-sahabatku yang akan menemaniku selama pendakian.
Setelah itu kita melakukan packing kembali untuk memastikan tidak ada yang kurang atau yang tertinggal, Sakti selaku leader dia yang akan melakukan registrasi di loket dan kami menunggu di basecamp sambil menikmati segelas teh hangat dan sebungkus roti coklat yang aku bawa dari rumah sebagai pengganjal perut selama perjalanan hingga ke pos bayangan.
Tepat pukul 4 sore kami melakukan perjalanan, sebelum itu kami berdoa terlebih dahulu agar selalu dilindungi selama perjalanan hingga kami pulang.
"Guys nanti jangan ada yang jauh-jauhan ya... cewek-cewek yang ngerasa capek atau mual stop dulu aja, kali ini kita jalan santai kok..." ujar Sakti selaku leader.
"oke sakti, jangan ngebut-ngebut loh" jawab vivi 
Sakti adalah teman kami yang banyak pengalaman mendaki wajar saja dia paling dipercaya untuk menjadi leader.
Di sepanjang jalan yang kami temui ya hanya rerumputan, pohon pinus, tebing yang curam, hingga segerombolan monyet. Beda sekali dengan dikota hanya kebisingan, hiruk pikuk, asap kendaraan seakan ingin mencekik ku secara perlahan. Tak terasa kami berjalan sudah satu jam, dengan kaki yang sudah mulai terseret-seret dan punggung yang mulai membengkok rasanya.
"Istirahat dulu guys, kaki gue udah kram nih..." kataku yang sudah tersender di pohon besar dengan muka kusam penuh keringat.
"yauda ayoo... 15 menit aja ya kalau terlalu lama nanti makin cepet capek" jawab Dito yang kelihatan nya juga sangat lelah dengan nafas terengah-engah. Kami pun memutuskan beristirahat sebentar dan mengeluarkan beberapa snack dan minuman untuk mengisi daya tubuh.
Sekian lama tidak melakukan pendakian rasanya masih sama kebersamaan ini tetap ada,lelucon garing mereka menjadi obat lelahku, sayup angin di tepi tebing seakan menyuruh kami untuk beristirahat lebih lama ,dedaunan yang rindang melambai-lambai seakan menjadi atap alami untuk kami beristirahat. Matahari mulai surut ,langit mulai kemerahan suara alam mulai hening dan fikiranku mulai ribut kembali, bergelut membahas antara yang datang dan pergi. Perjalanan ini tidak akan ada habisnya, lelah akan selalu ada ,tanjakan, turunan, bebatuan, bahkan jurang-jurang yang tertutup ilalang itu siap memenjatuhkan kami kapanpun.Tapi tidak tau kenapa gunung selalu membawa kami kembali dalam rasa bahaya itu, selalu menumbuhkan rasa rindu oleh keindahan fatamorgana.
"udah yok, cabut lagi kita harus sampe pos bayangan sebelum magrib, pamali kata orang sini" sontak Dito, yang segera memasukan snack-snack itu ke dalam karil nya.
Sambil menghela nafas panjang sebelum memulai pendakian lagi, hati ini berkata,"biar saja aku akan tetap berjalan sebagaimana mestinya, tempat-tempat kemarin tidak akan bisa menahanmu, makanan yang biasa kita makan, film yang biasa kita tonton, foto-foto itu, anggap saja sebagai jamuan karna pernah tinggal dan sempat kau anggap rumah"
Tidak lama setelah kami beristirahat, ternyata pos bayangan sudah terlihat diujung pandang.Dengan lahan yang cukup luas dan beberapa tenda serta gemercik lampu pertanda ada seseorang yang juga mendirikan tenda disana. Kami bergegas mempercepat laju, sesampainya disana kami segera mendirikan tenda karena gerimis hujan mulai menetes dan membasahi tubuh kami.
Disana ada 4 tenda dan 2 tenda kami, gerimis itu tak kunjung reda seakan menahan kami untuk tetap di sana, setelah kami membersihkan diri dan mengganti pakaian kami pun memutuskan untuk memasak mie instan dan makanan ringan lain nya di dalam tenda.
"eh mal gue tidur dulu deh ya, gue takut ada gledek" kata vivi yang sudah bergegas menarik sleeping backnya, sedangkan Dito dan Sakti di tenda sebelah masih tedengar cekikan-cekikan yang entahlah mereka berbicara apa.
Tetesan air diatap tendaku perlahan semakin menyurut pertanda hujan mulai reda, aku pun mencoba keluar tenda untuk memastikan dan mecoba duduk di depan menikmati aroma hujan dan suara hewan hutan, meskipun terdengar seram namun suara itu tak pernah palsu akan setiap nadanya.
Bintang-bintang itu seolah tersenyum kepadaku menghiburku dengan segala ketenangannya, angin yang berhembus menghebuskan sisa-sisa penyesalan dari sesuatu yang bahkan tidak aku lakukan. Air mata itu masih ada namun aku memaksanya untuk berhenti mengalir dan memaksa mata ini untuk telelap.
Akupun beranjak tidur karna mengingat kami akan melakukan pendakian kepuncak esok pagi dan menyambut sunrise di ujung puncak, berharap ketika aku bangun semua sudah leyap dan alam menepati janjinya. Tepat pukul 3 pagi suara Sakti sangat nyaring diluar tenda bagaikan oknum yang sedang melakukan demo di depan gedung DPR.
"ini pada tidur apa pingsan sih, bangun..bangun kejar sunrise nih......''
"astagaa semangat banget lo kayak mau ngejar gaji" ujar aku yang kaget lalu terbangun dengan nyawa yang masih setengah badan.
"yauda gue siap-siap dulu" ujar vivi
"gue juga deh dari pada gue dipukul pake kompor portable sama sakti" saut Dito sambil menggerutu di dalam tenda.
Dalam perjalanan kami tak lupa memakai headlamp karena kabut sangat tebal saat itu, menyelimuti jalan menutup jarak pandang kami.
Pukul setengah 6 pagi akhirnya kami sampai ke puncak tertinggi, rasa haru, rasa tangis dan lelah terbayar sudah. Seolah alam memberikan kita hadiah dengan lautan awan yang biru dan mengijinkan kami tertidur diatas nya ,aroma pepohonan segar membuat stamina kami kembali penuh. Setelah itu tidak lah lengkap jika pendakian tanpa diabadikan sebagai momen, setelah puas kami berfoto-foto kami kembali beristirahat di bawah pohon rindang dipuncak.
Namun pikiran itu masih saja timbul masih saja membekas, bahkan wajahnya seakan terlukis di langit diantara sela-sela awan putih itu.
Akhirnya kami setelah itu melakukan perjalanan turun kembali ke basecamp dan pulang.
"nanti aku ajak kamu naik gunung ya, biar kamu tau naik gunung itu enak loh..''
''enggak ah takut.......''
"Tenang aja walaupun aku cewek nanti aku yang jagain kamu"
"bener? yauda deh kapan-kapan ya...."
Masih terasa lemas, masih terasa ada yang hilang pada tubuh ini, bahkan waktu tak bisa menjawab kenapa.Berharap bisa membawamu kesini, malah aku kesini dengan rasa resah dan otak yang hampir mati seakan ditertawakan oleh pikiran sendiri yang entahlah sampai kapan, aku kira dia juga resah ternyata aku sendirian.
Ternyata pergi ke gunung bukan untuk melupakan masalah, karna ketika kita kembali ke kota masalah itu akan tetap ada.Kita hanya melarikan diri sejenak dan sembuh sejenak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...