Kamis, 17 November 2022

BUNGA TERAKHIR


Kata orang pernikahan itu sumber bahagia dan katanya pernikahan itu sebagai pelengkap hidup kita yang kosong di masa lalu. Katanya meskipun kita sudah menikah kita masih bisa berkarya, bekerja maupun sekedar bersenang-senang dengan kawan lama, sebagian mempercayai itu namun sebagian tidak.

Menikah itu sebuah pilihan, baik atau tidak adalah resiko. Kejujuran dalam pernikahan adalah kunci dan kesiapan mental adalah gerbang, namun sampai sekarang perceraian masih dijadikan jalan keluar atas pondasi yang mereka bangun entah karna ada kekerasan di dalam nya atau sesuatu yang memang di luar ekspektasi kita.

Aku Sandrina, wanita 21 tahun yang sudah menikah 3 tahun lalu dan sekarang sudah memiliki 1 orang malaikat kecil, hanya itu yang aku punya. Aku memutuskan tidak melanjutkan pendidikan dan memutuskan untuk menikah dini dengan kekasih yang usianya jauh lebih dewasa dariku yang aku cintai pada waktu itu,  aku kira semuanya akan berjalan sesuai alurnya dan sebahagia rumah tangga orang lain. Aku melihat beberapa orang bahagia dengan keluarga kecilnya, mempunyai anak yang lucu, rumah yang sederhana, kegiatan-kegiatan yang menyenangkan sebagai seorang ibu dan masih banyak lainnya.

Orang tuaku bahagia saat itu, aku melihat banyak harapan dimata mereka dan banyak pelukan yang menyertai. Ada filosofi mengatakan, jika kau sudah menemukannya maka menikahlah, karena tua sendirian itu menyedihkan.

Tahun pertama aku dan suamiku memutuskan untuk pisah rumah dengan orang tuaku, kami memutuskan untuk membeli rumah di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah , agar jika orang tuaku ingin menengok kami mereka tidak perlu jauh-jauh keluar kota.

Semua berjalan dengan menyenangkan, pekerjaan suamiku juga semakin lancar kami berdua sangat mensyukuri pernikahan ini.

Tahun kedua aku diberi anugerah dan kepercayaan dari Tuhan sebuah kehidupan baru muncul diperutku, keluarga besar kami sangat bahagia dan kami pun merayakan peristiwa itu. Hingga akhirnya anak pertama kami lahir, malaikat kecil bermata bulat mempunyai pipi merah persis seperti ayahnya.

Betapa bahagia mempunyai suami yang sangat sayang kepadaku dan seorang anak yang sangat menggemaskan, ucapan demi ucapan dari orang terdekat turut melengkapi. Namun setelah aku mempunyai anak suamiku melarangku untuk bekerja dan mengurangi aktifitas diluar rumah, ya mungkin saja agar aku lebih fokus menjaga anak ketika ia tidak ada dirumah.

Tahun ketiga tepat 1 tahun anak kami lahir, kami berencana merayakan nya di suatu villa di puncak dengan beberapa keluarga besar.

Ketika persiapan telah matang kami pun segera melangsungkan acara tersebut, tidak kuduga sahabat dekatku (Irina) yang lama tidak ada kabar tiba-tiba hadir di acara ulang tahun anak ku.

Sedikit rasa aneh dan banyak pertanyaan, namun aku tetap menyapanya penuh rasa hangat mungkin saja ini adalah surprise kecil untukku dari suamiku karena dia tau aku dan Irina sudah berteman cukup lama.

Tidak lama kemudian terlihat sosok anak kecil berlari menghampiri Irina dan memanggilnya mama, betapa senang aku melihat Irina ternyata dia juga sudah mempunyai seorang anak. Aku dan Irina memang menikah dini jarak pernikahan kami juga tidak jauh, setelah beberapa bulan Irina menikah barulah aku menikah namun aku tidak tau sama sekali dia menikah dimana dan seperti apa suminya, kami sudah jarang berkomunikasi waktu itu.

Akupun segera memanggil suamiku untuk mengucapkan banyak terimakasih sudah mempertemukan aku dengan sahabatku, namun seketika raut wajah suamiku tiba-tiba berubah tidak ada senyuman bahkan sepatah katapun tak terucap.

Tak selang  beberapa lama anak Irina menghampiri suamiku dan merangkulnya seperti seorang anak yang memeluk bapaknya. Aku masih mencoba berfikir positif waktu itu meskipun semua tamu menatap kami bertiga dengan tatapan aneh, aku mencoba bertanya pada Irina apakah dia kesini bersama suaminya?, namun tidak ada jawaban malah sorot mata Irina langsung menatap ke arah sumiku.

Aku semakin kikuk saat itu semakin merasa banyak keganjalan, pada saat anak Irina memanggil suamiku dengan sebutan ayah barulah aku paham. Aku menangis sejadi-jadinya membawa putriku masuk kedalam kamar, tidak ada penjelasan apapun yang bisa aku terima saat itu hanya kekecewan dan trauma yang mendalam. Aku hanya mendengar ketukan pintu berulang kali menyuruhku untuk keluar mendengarkan banyak omong kosong dan tipuan. 

Bagaimana bisa suamiku yang sangat aku percaya yang sangat bertanggung jawab atas keluarganya, menikah lebih dulu dengan sahabatku dan lebih dulu mempunyai anak darinya.

Malam itu terasa seperti mimpi buruk di pernikahanku sendiri, bangunan yang kami bangun dengan susah payah hancur dalam satu malam. Keluargaku sangat kecewa, mencoba menenangkan ku setiap hari.

Seminggu berlalu kami sudah pisah rumah dan anakku bersamaku, aku melayangkan gugatan cerai ke pengadilan bersama orang tuaku. Rasa  kecewa masih ada, aku berharap ini keputusan yang terbaik dan aku berharap hak asuh anakku jatuh kepada ku.

Beberapa bulan lamanya aku pun dan mantan suamiku mendapat panggilan ke pengadilan untuk menerima keputusan terakhir, setelah palu di ketuk akhirnya hak asuh anak jatuh kepadaku dan sekarang kami resmi bercerai menjalani kehidupan sendiri-sendiri dengan pilihan masing-masing.


 


(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...