Senin, 31 Oktober 2022

Dikala Redah

                               Swara d'jiwa


    Diruangan ini rindu mulai menguap, di sela-sela hujan yang mulai meredah meredup pula segala bayangan kosong. Disetiap langkah ini kami mencoba untuk melawan setiap keraguan, percayalah akan selalu ada tenang disetiap hujan yang mulai redah.

    Diantara murka dan keegoisan mungkinkah kita ada kesempatan ucapkan janji? mata yang enggan menatap dan hati yang semakin lama enggan menetap, seakan mulai menghilang meresap ke inti bumi bersamaan dengan rintik hujan yang semakin hilang.

    Aku mengundangmu makan malam di suatu caffe malam itu, memakai baju biru persis seperti pertama kali aku menemui mu berharap warna biru menghapus segala rasa kelabu diantara kita. Wajahmu masih cantik seperti biasanya hanya saja hati kita tak sederas waktu lalu, obrolan-obrolan yang kita bicarakan malam itu aku tak ingin melewatkan nya walau sedetik saja.

    Rambutmu yang ikal waktu itu nampak lurus malam ini, apa selama itu kita tidak bertemu? entahlah, nampaknya bukan waktu yang membuat kita terlihat berbeda namun keegoisan yang membuat kita enggan untuk memuji.

    Langit cerah malam itu menandakan hujan yang tak akan datang, semoga setelah ini kita tak kembali asing. Aku ingin berdua saja dengan mu tanpa suara bising dari manusia lain atau gemuruh hatimu yang selalu saja ingin menampakan rasa cemburu.

     Aku menunggu dengan sabar di atas kepercayaan tentang kita menantikan waktu dimana tidak ada lagi keresahanmu. 

     Hujan telah redah tapi kita tetap saja saling menyalahkan, pertengkaran yang terjadi akan selalu menjadi bom waktu untuk kita kembali menjauh. Kepala yang semakin retak namun hati ingin tetap merekat memaksa kita untuk tetap diam di zona aman, dalam hubungan yang mengganggu dan aku yang selalu saja menyukaimu terlihat sangat bodoh diatas kepala yang aku pijak sendiri.

 Lihatlah, aku bahkan tak mengenali diriku sendiri.

     Disetiap ruangan yang menyimpanmu, aku berharap ada pelangi setelah hujan meskipun tak terang setidaknya ada sedikit warna yang menghiasi kita. 

     365 hari bukan waktu yang singkat untuk kita terus beradaptasi, membaca pikiran satu sama lain hingga menghafal warna kesukaan. Mungkin saja kita terlalu jenuh dengan kisah asmara yang begitu-begitu saja atau mungkin kita terlalu mendambakan kesempurnaan.

     Wahai hujan yang membasahi hati, jika rintikan itu suatu saat akan menghilang jangan biarkan kehampaan merasuk ke dalam jiwa biarkan keteduhan itu menjadi alasan untuk kita menemukan tempat ternyaman.




(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...