Ceritakanlah.com
Jumat, 20 Desember 2024
Tentangmu dan segala isinya
Jumat, 29 September 2023
(Telah) TERBIT
Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat kecil hidup di rahim seorang ibu sederhana sepertiku dan merubah segalanya.
Pagi itu seperti biasa aku melakukan aktifitas sebagai ibu rumah tangga dan suamiku sudah pergi bekerja pagi buta sekali, dia bekerja sebagai satpam di sebuah perumahan elit di tengah kota.
Rumah kecil dan sempit ini terasa sangat membosankan bagiku terkadang membuatku jenuh berada di dalamnya, tapi aku suka ketika berada di teras rumah sembari melihat tumbuhan segar di halaman. Setiap sore aku selalu duduk disana dengan menyeduh teh panas kesukaan ku sambil menunggu suamiku pulang. Bagaimana tidak, sudah bertahun-tahun lamanya kami berumah tangga namun belum juga mendapat momongan. Berbagai cara telah kami lakukan mulai dari pengobatan herbal, program hamil, hingga terapi kandungan.
Kami sempat cek kesuburan waktu itu dan hasil nya normal aku dan suamiku tidak ada penyakit apapun, tapi tuhan belum mengizinkan. Berbagai cemoohan menjadi makanan sehari-hari, melihat kawan sebayaku sudah mempunyai 2 anak kadang juga membuatku iri tak jarang aku menyalahkan diriku sendiri entah aku yang tidak beruntung atau memang aku telah mendapat kutukan.
Suamiku adalah orang paling sabar yang pernah aku kenal, jika aku tidak bersamanya mungkin aku akan mengakhiri hidup ini dari dulu. Aku tak cukup sabar untuk mendengar perkataan orang-orang itu. Setiap hari ia lah yang selalu memberi aku semangat agar terus berusaha dan berdoa serta yakin bahwa nanti akan hadir buah hati yang akan menghapus rasa lelah ini.
Malam itu udara sedikit berbeda, kami yang berada di depan tv seperti merasa ada yang aneh tidak biasanya, terutama aku. Badan ku merasa sangat lemas dan merasa mual mungkin saja aku magh waktu itu, aku memang menderita magh dari kecil karena nafsu makan ku yang tidak stabil.
Suamiku lantas bergegas mengambilkan ku air hangat dan memberikannya padaku, lantas aku segera beristirahat di kamar dan meninggalkan film favoritku.
Berhari-hari keadaan ku tak kunjung membaik, suamiku terpaksa mengambil cuti untuk menemaniku dirumah. Beberapa kali ia membujuku untuk pergi ke rumah sakit memeriksakan keadaanku, namun aku menolak karena aku tidak mau meminum obat-obatan itu apa lagi harus menginap dirumah sakit. Aku tetap memaksa untuk beristirahat saja dirumah sampai sembuh.
Sore itu tiba-tiba orang tua ku datang kerumah, sedikit kaget rasanya karena mereka memang sangat anti kerumahku, terakhir mereka datang 2 tahun yang lalu itupun karena ingin melihat kondisi rumahku yang hampir roboh terkena gempa.
Mereka yang sudah duduk bersantai di ruang tamu tak lupa aku suguhkan minuman dan beberapa cemilan untuk pembuka obrolan hari itu. Masih sangat penasaran angin apa yang mampu membawa mereka kemari.
Beberapa obrolan basa basi diantara kita cukup hangat terdengar, sayangnya suamiku waktu itu tidak ada dirumah karena ada tugas mendesak. Tak lama kemudian seperti biasa orang tuaku selalu bertanya tentang kapan aku akan mempunyai momongan, sebenarnya wajar saja jika mereka mengidamkan seorang cucu karena mereka juga sudah sangat tua.
Aku yang sedikit geram mencoba untuk meredam emosi, karena tak sekali dua kali mereka bertanya seperti itu dan akhirnya selalu mengomeliku. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengajak mereka menonton tv, tak beberapa lama perut ku mulai mual lagi dan kali ini lebih hebat dari biasanya. Mata kedua orang tuaku sontak menatap tajam kearahku seakan menerka-nerka keadaan ku waktu itu, namun aku menjelaskan bahwa ini hanya magh karena aku telat makan saja.
Aku yang bergegas pergi ke kamar mandi sekejap keadaan terasa hening, aku rasa sakit ini semakin parah memang seharusnya aku mengikuti saran dari suamiku untuk pergi ke rumah sakit.
Beberapa menit kemudian aku kembali ke ruang tv untuk menemani orang tuaku, tidak enak jika aku meninggalkan mereka terlalu lama.
Suasana tiba-tiba menjadi canggung dan ibu tak henti-henti menanyakan keadaanku waktu itu, seketika sontak ibu menawarkan ku untuk tes kehamilan entah apa yang mereka pikirkan seakan-akan insting mereka sangat yakin jika aku telah hamil.
Aku yang berulang kali kecewa karena hasilnya selalu negatif berusaha untuk tidak positif thinking dan mengabaikan tawaran itu. Menjelang malam mereka memutuskan untuk pulang dan beberapa jam kemudian suamiku pulang dari tempat kerjanya.
Aku yang menunggunya dari tadi langsung menceritakan kejadian hari itu dan tanggapan suamiku ternyata cukup mencengangkan, ia juga menyuruhku untuk tes kehamilan siapa tau kali ini takdir benar-benar berpihak pada kami. Akhirnya aku mulai termakan bujuk rayu suamiku untuk melakukan tes kehamilan.
Keseokan harinya aku pergi ke apotek di seberang jalan untuk membeli testpack berharap kali ini bukan kegagalan lagi.
Hari itu suamiku libur bekerja dan ia ingin sekali menyaksikan hasil dari tes kehamilan ku kali ini karena sering kali ia disibukan oleh pekerjaan nya dan mengacuhkan ku.
Aku yang sudah berada di dalam kamar mandi tak henti-henti mengucap doa dengan hati yang berdebar-debar.
Jika hari ini adalah keberuntunganku aku akan merawat nya dengan sepenuh hati bahkan aku rela menukar nyawaku sekalipun, namu jika ini kesekian kalinya kami gagal maka aku minta kebahagian dan rasa syukur yang lebih banyak lagi untuk kami berdua meskipun tanpa keturunan.
Beberapa menit kemudian setelah selesai aku mencoba membuka mata dari mata yang sengaja aku tutup.
Mataku yang menatap kebenda itu sontak melotot kearahnya, mengangkat hingga mengayun-ayunkan nya ke arah lampu berharap aku salah melihat atau mungkin ini hanya mimpi.
Aku yang terkejut langsung berlari kearah suamiku dan menunjukan hasil tes tersebut yang ternyata hasilnya positif.
Benar saja hari ini mungkin tuhan telah menunjukan kuasanya dan memberi hadiah atas kesabaran kami selama ini. Suamiku yang tak henti-hentinya memeluk ku dengan rasa syukur menjadi hal yang paling aku tunggu-tunggu selama ini. Aku yang tidak menyangka ingin rasanya aku memberi tau ke seluruh dunia bahwa setelah ini akan ada malaikat kecil yang hidup di antara kami.
Hari berganti hari sangat lah menyenangkan untuk ku kebaikan demi kebaikan seakan menyertai hari-hari kami.
Tidak lupa aku mengabari keluargaku tentang kabar bahagia ini dan aku yakin mereka pasti akan bahagia sepertiku.
Tak terasa bulan semakin cepat berganti nikmatnya tubuh menggendut, perut mulai buncit, nafsu makan berubah-ubah dan kaki yang terasa bengkak sangat aku nikmati.
Suamiku yang selalu menjadi garda terdepan selalu menjaga ku dan janin ku dengan baik, orang tuaku yang mulai mendukung dan menyayangiku serta orang-orang yang tak lagi mengoceh seperti surga dunia bagiku.
Beberapa bulan kemudian tepat diusia kehamilan yang mendekati persalinan aku dan suamiku berencana untuk pergi kerumah orang tuaku, aku ingin sekali persalinan ku tak jauh dari mereka dan aku juga bermaksud untuk meminta doa agar di beri kelancaran dalam persalinanku nanti.
Detik-detik persalinanpun tiba aku beserta keluarga besar bergegas ke rumah sakit terdekat dan menyiapkan beberapa barang untuk dibawa kesana.
Aku yang mulai gelisah sembari melawan rasa kontraksi yang hebat berharap bisa selamat dari persalinan ini. Tak selang beberapa lama anak pertama kami pun lahir berkelamin laki-laki dengan suara keras percis seperti ayahnya.
Pertama kali aku mendengar suara paling merdu suara tangisan anak ku yang 18 tahun sudah kami nantikan, banyak perjuangan yang telah kami lewati hingga lika liku pahit getir omongan yang kurang enak di dengar tentang aku yang tak kunjung mengandung.
Rasa syukur bagaikan air yang tak ada habisnya terucap dari sekian banyak bibir keluargaku. Kali ini gelar terhebat telah aku capai dan aku juga berikan kepada suamiku, tanggung jawab yang lebih besar lagi siap kita tanggung bersama.
Sebuah titipan dan karunia terhebat yang tuhan kasih kepada kami, seorang anak yang lucu penghibur lara pembawa bahagia semoga menjadi kebanggaan dan semangat hidup baru untuk ku, seorang ibu sederhana yang pernah berjuang susah payah mendapatkan nya.
Kamis, 17 November 2022
BUNGA TERAKHIR
Menikah itu sebuah pilihan, baik atau tidak adalah resiko. Kejujuran dalam pernikahan adalah kunci dan kesiapan mental adalah gerbang, namun sampai sekarang perceraian masih dijadikan jalan keluar atas pondasi yang mereka bangun entah karna ada kekerasan di dalam nya atau sesuatu yang memang di luar ekspektasi kita.
Aku Sandrina, wanita 21 tahun yang sudah menikah 3 tahun lalu dan sekarang sudah memiliki 1 orang malaikat kecil, hanya itu yang aku punya. Aku memutuskan tidak melanjutkan pendidikan dan memutuskan untuk menikah dini dengan kekasih yang usianya jauh lebih dewasa dariku yang aku cintai pada waktu itu, aku kira semuanya akan berjalan sesuai alurnya dan sebahagia rumah tangga orang lain. Aku melihat beberapa orang bahagia dengan keluarga kecilnya, mempunyai anak yang lucu, rumah yang sederhana, kegiatan-kegiatan yang menyenangkan sebagai seorang ibu dan masih banyak lainnya.
Orang tuaku bahagia saat itu, aku melihat banyak harapan dimata mereka dan banyak pelukan yang menyertai. Ada filosofi mengatakan, jika kau sudah menemukannya maka menikahlah, karena tua sendirian itu menyedihkan.
Tahun pertama aku dan suamiku memutuskan untuk pisah rumah dengan orang tuaku, kami memutuskan untuk membeli rumah di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah , agar jika orang tuaku ingin menengok kami mereka tidak perlu jauh-jauh keluar kota.
Semua berjalan dengan menyenangkan, pekerjaan suamiku juga semakin lancar kami berdua sangat mensyukuri pernikahan ini.
Tahun kedua aku diberi anugerah dan kepercayaan dari Tuhan sebuah kehidupan baru muncul diperutku, keluarga besar kami sangat bahagia dan kami pun merayakan peristiwa itu. Hingga akhirnya anak pertama kami lahir, malaikat kecil bermata bulat mempunyai pipi merah persis seperti ayahnya.
Betapa bahagia mempunyai suami yang sangat sayang kepadaku dan seorang anak yang sangat menggemaskan, ucapan demi ucapan dari orang terdekat turut melengkapi. Namun setelah aku mempunyai anak suamiku melarangku untuk bekerja dan mengurangi aktifitas diluar rumah, ya mungkin saja agar aku lebih fokus menjaga anak ketika ia tidak ada dirumah.
Tahun ketiga tepat 1 tahun anak kami lahir, kami berencana merayakan nya di suatu villa di puncak dengan beberapa keluarga besar.
Ketika persiapan telah matang kami pun segera melangsungkan acara tersebut, tidak kuduga sahabat dekatku (Irina) yang lama tidak ada kabar tiba-tiba hadir di acara ulang tahun anak ku.
Sedikit rasa aneh dan banyak pertanyaan, namun aku tetap menyapanya penuh rasa hangat mungkin saja ini adalah surprise kecil untukku dari suamiku karena dia tau aku dan Irina sudah berteman cukup lama.
Tidak lama kemudian terlihat sosok anak kecil berlari menghampiri Irina dan memanggilnya mama, betapa senang aku melihat Irina ternyata dia juga sudah mempunyai seorang anak. Aku dan Irina memang menikah dini jarak pernikahan kami juga tidak jauh, setelah beberapa bulan Irina menikah barulah aku menikah namun aku tidak tau sama sekali dia menikah dimana dan seperti apa suminya, kami sudah jarang berkomunikasi waktu itu.
Akupun segera memanggil suamiku untuk mengucapkan banyak terimakasih sudah mempertemukan aku dengan sahabatku, namun seketika raut wajah suamiku tiba-tiba berubah tidak ada senyuman bahkan sepatah katapun tak terucap.
Tak selang beberapa lama anak Irina menghampiri suamiku dan merangkulnya seperti seorang anak yang memeluk bapaknya. Aku masih mencoba berfikir positif waktu itu meskipun semua tamu menatap kami bertiga dengan tatapan aneh, aku mencoba bertanya pada Irina apakah dia kesini bersama suaminya?, namun tidak ada jawaban malah sorot mata Irina langsung menatap ke arah sumiku.
Aku semakin kikuk saat itu semakin merasa banyak keganjalan, pada saat anak Irina memanggil suamiku dengan sebutan ayah barulah aku paham. Aku menangis sejadi-jadinya membawa putriku masuk kedalam kamar, tidak ada penjelasan apapun yang bisa aku terima saat itu hanya kekecewan dan trauma yang mendalam. Aku hanya mendengar ketukan pintu berulang kali menyuruhku untuk keluar mendengarkan banyak omong kosong dan tipuan.
Bagaimana bisa suamiku yang sangat aku percaya yang sangat bertanggung jawab atas keluarganya, menikah lebih dulu dengan sahabatku dan lebih dulu mempunyai anak darinya.
Malam itu terasa seperti mimpi buruk di pernikahanku sendiri, bangunan yang kami bangun dengan susah payah hancur dalam satu malam. Keluargaku sangat kecewa, mencoba menenangkan ku setiap hari.
Seminggu berlalu kami sudah pisah rumah dan anakku bersamaku, aku melayangkan gugatan cerai ke pengadilan bersama orang tuaku. Rasa kecewa masih ada, aku berharap ini keputusan yang terbaik dan aku berharap hak asuh anakku jatuh kepada ku.
Beberapa bulan lamanya aku pun dan mantan suamiku mendapat panggilan ke pengadilan untuk menerima keputusan terakhir, setelah palu di ketuk akhirnya hak asuh anak jatuh kepadaku dan sekarang kami resmi bercerai menjalani kehidupan sendiri-sendiri dengan pilihan masing-masing.
Senin, 31 Oktober 2022
Dikala Redah
Swara d'jiwa
Diruangan ini rindu mulai menguap, di sela-sela hujan yang mulai meredah meredup pula segala bayangan kosong. Disetiap langkah ini kami mencoba untuk melawan setiap keraguan, percayalah akan selalu ada tenang disetiap hujan yang mulai redah.
Diantara murka dan keegoisan mungkinkah kita ada kesempatan ucapkan janji? mata yang enggan menatap dan hati yang semakin lama enggan menetap, seakan mulai menghilang meresap ke inti bumi bersamaan dengan rintik hujan yang semakin hilang.
Aku mengundangmu makan malam di suatu caffe malam itu, memakai baju biru persis seperti pertama kali aku menemui mu berharap warna biru menghapus segala rasa kelabu diantara kita. Wajahmu masih cantik seperti biasanya hanya saja hati kita tak sederas waktu lalu, obrolan-obrolan yang kita bicarakan malam itu aku tak ingin melewatkan nya walau sedetik saja.
Rambutmu yang ikal waktu itu nampak lurus malam ini, apa selama itu kita tidak bertemu? entahlah, nampaknya bukan waktu yang membuat kita terlihat berbeda namun keegoisan yang membuat kita enggan untuk memuji.
Langit cerah malam itu menandakan hujan yang tak akan datang, semoga setelah ini kita tak kembali asing. Aku ingin berdua saja dengan mu tanpa suara bising dari manusia lain atau gemuruh hatimu yang selalu saja ingin menampakan rasa cemburu.
Aku menunggu dengan sabar di atas kepercayaan tentang kita menantikan waktu dimana tidak ada lagi keresahanmu.
Hujan telah redah tapi kita tetap saja saling menyalahkan, pertengkaran yang terjadi akan selalu menjadi bom waktu untuk kita kembali menjauh. Kepala yang semakin retak namun hati ingin tetap merekat memaksa kita untuk tetap diam di zona aman, dalam hubungan yang mengganggu dan aku yang selalu saja menyukaimu terlihat sangat bodoh diatas kepala yang aku pijak sendiri.
Lihatlah, aku bahkan tak mengenali diriku sendiri.
Disetiap ruangan yang menyimpanmu, aku berharap ada pelangi setelah hujan meskipun tak terang setidaknya ada sedikit warna yang menghiasi kita.
365 hari bukan waktu yang singkat untuk kita terus beradaptasi, membaca pikiran satu sama lain hingga menghafal warna kesukaan. Mungkin saja kita terlalu jenuh dengan kisah asmara yang begitu-begitu saja atau mungkin kita terlalu mendambakan kesempurnaan.
Wahai hujan yang membasahi hati, jika rintikan itu suatu saat akan menghilang jangan biarkan kehampaan merasuk ke dalam jiwa biarkan keteduhan itu menjadi alasan untuk kita menemukan tempat ternyaman.
Kamis, 31 Maret 2022
Misteri 212
Disebuah desa bernama desa Lowokwaru di kepulauan Jawa. Aku (Renata) dan suamiku (Bram) serta anak pertamaku (Ria) yang masih berusia 10 tahun kehidupan kami sangat harmonis awalnya, hingga aku dikaruniai anak ke 2 yang sekarang masih dalam kandungan. Kami hidup bahagia disana sebelum akhirnya kami menempati rumah peninggalan romo (eyang) dan kejadian-kejadian terkutuk itu pun dimulai...................................
Kami tinggal disuatu desa yang
masih kental akan mitos dan tradisi kejawen,dan aku pun terlahir dari keluarga
yang masih meyakini sesajen atau apapun yang berbau mistis namun sepertinya Bram
tidak terlalu mempercayai itu karena di zaman yang maju seperti ini semua hal
bisa dijelaskan secara logika tanpa adanya unsur mistis, pikirnya.
Setiap kami terbangun di pagi hari
selalu banyak sesajen di setiap rumah warga dengan bau khasnya dan selalu ada
taburan bunga di sepanjang jalan desa, konon katanya tradisi itu mampu mengusir
roh jahat yang ada pada desa ini, serta mampu menjauhkan setiap kesialan.
Setiap malam jumat pun selalu ada acara siraman bagi wanita hamil agar setiap
wanita dan bayi yang ia kandung dijauhkan dari segala malapetaka. Aku sering
kali mengikuti acara tersebut karena paksaan orang tuaku terutama romo (eyang)
seseorang yang cukup terkenal didesa atas ilmu kejawen nya.
‘’nanti kamu jadi ikut acara
siraman lagi?’’ tanya Bram
‘’iya mas, mau gimana lagi sudah
tradisi’’ jawabku sambil memasak untuk sarapan pagi ini.
‘’jujur aku gak percaya hal bodoh
seperti itu, malah buang-buang waktu kita saja’’ ujar Bram dengan raut wajah
kesal.
‘’ ya gimana lagi mas, aku juga gak
bisa nolak permintaan bapak dan ibuk apalagi mas tau sendiri romo tradisinya
kental banget gitu’’ jawabku.
Wajar saja Bram sangat menentang
hal seperti itu karena dia terlahir dikota dengan kepribadian dan culture yang
sangat berbeda dengan aku dan keluargaku, namun dia selalu mencoba menerima
setiap keputusan ataupun tradisi yang kami jalani itulah yang membuatku sangat
mencintainya.
Keesokan harinya tiba-tiba ibuk
dan bapak datang kerumah bersama romo, awalnya aku tidak tau apa maksut dan
tujuan mereka datang kemari.
‘’ loh ibu sama bapak kenapa gak
ngmong dulu kalau mau kerumah, kan Renata bisa siapin makanan’’ ujarku sambil
mempersilahkan masuk.
‘’halah seperti siapa saja nduk,
ibuk sama bapakmu cuman kangen saja sama kalian berdua’’ jawab ibuk sambil
tersenyum
Kami pun lanjut
bercengkerama diruang tamu, tiba-tiba di sela obrolan romo memotong pembicaraan
kami.
‘’nduk.. le..
(panggilan anak perempuan dan laki-laki dalam bahasa jawa) ini kan rumah yang
kalian tinggali sudah sangat kumuh dan tidak layak huni ada baiknya kalian
pindah rumah saja atau mengontrak setidaknya, romo takut nanti ketika musim
hujan rumah ini bisa roboh’’ kata romo.
Seketika aku
dan Bram saling menatap seakan kita mempunyai pikiran yang sama, memang rumah
ini sudah sangat rusuh namun kami juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli rumah baru.
‘’begini romo,
bukan nya Bram dan Renata tidak mau tapi tabungan kami masih belum cukup untuk
membeli rumah’’ jawab Bram yang sepertinya dia juga ragu ingin mengucapkan itu
‘’romo punya
rumah yang sudah lama tidak ditinggali di ujung desa nomor 212 karena rumah itu
cukup besar dan romo juga tidak sanggup membersihkan nya setiap hari, jadi romo
biarkan saja kalian bisa menempatinya sesuka kalian rumah itu masih sangat
bagus dan banyak peninggalan si mbokmu’’ ujar romo sambil terus membujuk kami.
Selang beberapa
waktu aku dan Bram akhirnya setuju untuk menempati rumah itu tanpa berfikir
panjang.
Keesokan harinya
aku,Bram dan Ria segera membereskan segala barang,
‘’buk kita mau
pindah rumah lagi ya?” kata Ria anakaku
‘’ iya nduk,
kerumah romo yang lama’’ jawabku sambil memeberi sedikit senyuman.
Jarak rumah itu
dan tempat tinggal kami yang sekarang tidak terlalu jauh, mungkin sekitar 15
menit perjalanan. Sesampainya disana kami bertiga saling melihat sekeliling
rumah tersebut, benar saja rumah itu terlihat lama tidak dihuni banyak akar
pohon merambat di pagar rumah hingga beberapa pohon besar seakan mengelilingi
rumah itu. Seketika tatapan ku tertuju pada pohon beringin lengkap dengan
ayunan kayu dibawahnya, aku tidak mengerti mengapa aku terus menatap kearah
ayunan itu seakan ada yang ingin menarikku kesana.
Kami bertigapun
mulai masuk kedalam bangunan itu, tidak seburuk yang kami pikirkan keadaan di
dalam nya masih bagus lengkap dengan lukisan tua dan berbagai perabotan lainnya
yang masih tertutup rapi dengan kain putih. Seperti biasa romo memang suka
mengoleksi barang antik di setiap sudut rumah dan aku tidak berani memindahkan
apa yang sudah terpasang.
‘’kita mau
mulai bersih-bersih kapan?” tanya Bram
“hari ini juga”
jawabku sambil tersenyum.
Awal nya aku
mengira semua akan baik-baik saja dengan rumah ini, namun tidak ketika suatu
saat kami mendapat kabar bahwa romo mengalami serangan jantung yang mengakibatkan
nyawanya terenggut, kami sangat merasa kehilangan waktu itu.
Selang beberapa
minggu Bram memutuskan untuk merombak segala isi dari rumah peninggalan romo
itu, kami sempat bertengkar hebat waktu itu karena aku tidak setuju jika rumah
itu rombak karena pamali kata orang jawa, aku takut sesuatu hal terjadi kepada
kami bertiga.
Pagi itu aku
terbagun dari tidur ku dan melihat seisi rumah sudah tidak terletak pada tempat semulanya dan kendi
bertutupkan kain merah dibawah lukisan jawa juga ikut berpindah tempat.
‘’mas...mas..!! kok
rumah nya jadi gini sih mas, kendi disini dimana dan guci-guci romo semuanya
mas pindahin kemana?” teriakku sambil terus mencari-cari.
‘’apasih ren,
gucinya mas taruh digudang sama lukisan aneh itu, mas yang pindah tadi malam
waktu kamu tidur dan kendi itu mas sengaja buang karena didalam nya ada bangkai
tikus jadi aku buang saja..’’ Jawab Bram sambil membawa segelas kopi dari dapur
dan tidak merasa bersalah sama sekali.
‘’ha?? Gila kamu
ya?’’jawabku dengan marah
Aku yang sontak
mendengar hal itu terkejut dan marah, karena romo pernah berpesan padaku
sebelum kami pindah kerumah ini untuk tidak memindahkan apapun yang di
dalamnya.
Mulai saat itu
kejadian misterius mulai menerorku mulai dari ketukan pintu di malam hari,
pecahan gelas didapur hingga suara alunan gamelan yang selalu
terdengan di ruang bawah tanah.
Kejadian itu
semakin menjadi-jadi ketika Ria anak ku sering mengalami kesurupan ketika ia
bermain di ayunan dihalaman rumah.
‘’mas aku merasa ada yang aneh dirumah ini’’ kataku
sambil ketakutan
‘’aneh apa sih
ren, aku tidak merasakan apa-apa’’ jawa Bram yang selalu menyepelekan keluhan
ku
Pada saat itu
tiba-tiba aku terbangun jam 1 pagi dini hari, karena merasa haus lalu aku
beranjak pergi ke dapur. Pada saat aku mengambil gelas, aku melihat sebuah
tangan tanpa tubuh berlumuran darah keluar dari sela-sela meja dapur sontak
saja aku berteriak dan berlari menuju kamar ,semakin aku berlari aku mendengar
cekikan tawa seorang anak kecil yang semakin lama semakin mendekat di
telingaku.
Saat aku
menceritakan kejadian itu ataupun segala mimpi buruk yang aku alami Bram selalu
saja menganggap bahwa aku berhalusinasi.
Sampai suatu
hari pukul 17.00 wib , Bram pulang kerja dan seperti biasa selalu minta
dibuatkan segelas kopi panas.
“Ria kemana? Apa
dia dikamar aku belum melihatnya dari tadi’’ tanya Bram
Seketika aku
juga baru teringat kalau dari tadi siang aku tidak melihat Ria di ruang tamu
bahkan dikamarnya,
‘’ aku fikir
dia sedang bermain ayunan dihalaman, kamu tidak melihatnya tadi?’ tanyaku.
‘’ tidak, tidak
ada siapa-siapa diluar’’
Kami pun
bergegas keluar dan mencari Ria di halaman dan segala ruangan dirumah, namun
tidak kunjung ketemu, kamipun sangat kuatir saat itu dan mencoba untuk melporkan kejadian kehilangan kepada
polisi. Tidur kami sangat tidak nyenyak memikirkan Ria.
Seperti biasa
ketukan pintu itu selalu mengganggu ku di setiap malam, namun aneh nya hanya
aku yang bisa mendengar.
Keesokan pagi
aku mendengar suara Ria dari arah gudang bawah tanah memanggilku, awalnya suara
itu seperti memanggil namun lama kelamaan menjadi suara wanita dewasa dengan
kalimat "Kowe Kabeh ngundang kematianmu Dewe" (kalian semualah yang mengundang kematianmu sendiri) suara itu terus berbisik makan lebih keras dan lebih keras lagi.
Akupun berlari menuju Bram, aku merasa kejanggalan ini tidak bisa didiamkan lagi. Aku dan Pram berniat memanggil orang pintar yang ada di desaku untuk membantu kami menemukan Ria.
Aku meminta tolong Mbah Joyo salah satu orang pintar terkenal di desaku setelah Romo untuk membantu kami. Beliau datang membawa segala peralatan yang ia butuhkan untuk mengusir roh jahat dan membawa kembali ria.
"Mbah tolong kami, kami tidak tahu harus berbuat apalagi anak kami tiba-tiba menghilang dan sosok itu seakan ingin membunuh kami secara perlahan" ucapku kepada Mbah Joyo.
Setelah bermeditasi dan berusaha keras akhirnya kami bertiga duduk sebentar untuk berbicara tentang kejanggalan-kejanggalan di rumah kami.
"Apa yang sudah kalian perbuat?" kata Mbah Joyo yang tiba-tiba seakan mengetahui semuanya.
Lalu aku pun mulai menceritakan semuanya mulai dari kepindahan kami ke rumah ini, perombakan seisi rumah yang dilakukan oleh Bram hingga kejadian-kejadian yang aku alami.
Setelah kami berbicara cukup lama Mbah Joyo memutuskan untuk kembali lagi besok dengan membawa beberapa syarat untuk mengusir roh jahat itu.
Malam pun tiba aku kembali mendengar ria berteriak-teriak memanggil ku, suara itu sekarang terdengar di belakang rumah tepat di ayunan yang sering kali dimainkan oleh ria.
Saat aku mendengar suara itu aku melihat Bram sudah tidak ada di samping tempat tidurku, lalu ketika aku mendengar suara ria semakin jelas aku mengintipnya dari balik jendela dan aku melihat Bram sedang menggali sesuatu di dekat ayunan itu.
Aku pun bingung apa yang dilakukan Bram saat itu karena sudah larut malam sekali. Lalu aku menghampiri nya, saat langkahku mulai dekat dan aku berdiri di belakangnya aku pun menepuk pundak kiri Bram
"Mas kamu sedang apa malam-malam gini kok berkebun?"kataku dengan suara lirih
Beberapa kali aku mencoba untuk bertanya kepadanya tapi tidak satupun pertanyaanku dijawab oleh Bram. Sontak saja aku kesal dan memberanikan diri melihat apa yang sebenarnya Bram kubur.
Dan aku sangat terkejut ternyata yang dia kubur adalah ria anak kami sendiri, dan sangat terlihat saat itu ria sudah tidak bernyawa lantas aku langsung memukul dan berteriak-teriak kepada Bram mengapa ia tega melakukan itu namun tidak ada sahutan sedikitpun bahkan tatapan Bram saat itu kosong tidak ada ekspresi apapun.
"Bram hentikan itu anakmu sendiri ria yang selama ini kita cari kamu tega membunuh nya gila kamu mas....."kataku sambil terus memukul dan menangis tak henti henti.
Seketika Bram jatuh pingsan di hadapanku dan aku terus menggali gali jasad dari ria. Aku yang menangis sejadi-jadinya meratapi kepergian anakku.
Berhari-hari aku seperti orang gila tidak makan ataupun minum aku hanya menangis didalam kamar memandangi segala foto anaku Ria dan anak yang ada di dalam kandunganku yang kian membesar.
Dan semenjak itu pula Bram suamiku jatuh sakit, dia tidak bisa bicara dan tidak bisa berjalan. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi beberapa kali aku mencoba membawa Bram ke rumah sakit namun kata dokter sarafnya baik-baik saja namun dia tidak bisa bicara sama sekali dan bergerak seperti menderita kelumpuhan.
Kekacauan tidak berhenti sampai disitu, setiap malam aku selalu melihat bercak darah di setiap ruang tamu bahkan cap telapak tangan anak kecil di setiap tembok dapur.
Sore hari itu aku pulang dari pasar tiba-tiba aku melihat suamiku Bram berdiri di pintu dapur, aku sangat terkejut karena yang aku tahu dia sedang sakit jangan pun untuk berdiri untuk bergerak meluruskan kaki saja dia tidak bisa, ini sangat aneh.
Saat aku menatapnya tiba-tiba dia bergerak membalikan badannya ke arahku, matanya hitam bibirnya pucat dengan ekspresi muka yang sangat menyeramkan. Di tangan kanannya memegang pisau yang sudah berlumuran darah dan tangan yang satunya sudah banyak bekas sayatan dari pisau yang dia bawa.
Akupun terkejut lantas aku teriak kepada Bram agar dia sadar, semakin aku berteriak dia semakin mengeluarkan cekikan tawa yang mengerikan. Semakin lama ia mendekatiku aku pun semakin takut, aku takut dia akan membunuhku dengan pisau yang dia bawa dan benar saja dia mulai mengangkat pisau itu ke arahku lalu akupun berlari ke arah keluar meminta tolong kepada semua orang tapi tidak satupun mendengarku.
Aku pun terus berlari ke rumah ibu dan bapak menceritakan kejadian yang terjadi. Awalnya mereka tidak percaya namun setelah aku jelaskan dari awal akhirnya ibu dan bapak mau membantu aku untuk mengusir roh iblis itu.
"Nduk ini semua terjadi karena kalian tidak menuruti apa pesan Romo, rumah itu bukan sembarang rumah. Rumah itu adalah petuah yang dulu pemilik pertama dari rumah itu adalah penganut ilmu hitam yang dibakar massa oleh orang kampung dan arwahnya sempat bergentayangan di desa ini namun Romo mu sudah mengunci roh iblis itu ke dalam kendi yang kalian buang, sekarang roh itu bebas lagi dan mengincar nyawa setiap penghuninya" kata ibu mencoba membenarkan kejadian yang aku alami.
"Lalu Renata harus bagaimana Bu? Renata sudah kehilangan Ria, Renata tidak mau kehilangan mas Bram Bu" kataku sambil terus memohon agar ibu mau membantuku.
"Kalian berdua harus melakukan ritual kedusan dimana ritual itu adalah ritual pengampunan atas kesalahan kalian serta penguncian atas roh iblis itu" ujan ibuku.
Sejujurnya aku tidak pernah tau ritual macam apa itu, namun apapun yang terjadi aku akan tetap melakukan ritual itu agar roh iblis tidak lagi mengganggu keluargaku.
Keesokan harinya aku beserta orang tuaku pergi ke rumah itu. Lalu aku membangunkan Bram dan mengajaknya untuk melakukan ritual kedusan.
Ritual itu berjalan tidaklah mudah berbagai gangguan yang terjadi mulai dari angin yang tiba-tiba berhembus kencang ke arah rumah kami hingga hujan dan sambaran petir dimana-mana dan segerombolan kelelawar yang tiba-tiba masuk ke rumah kami entah dari mana.
Ibuku sendirilah yang memimpin ritual itu aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi.
Waktu ritual itu berjalan tiba-tiba mas Bram kesurupan, bapak mencoba memeganginya dan membacakan beberapa mantra serta mengikat kedua tangannya dengan tali berwarna merah.
Keadaan itu semakin parah ketika tiba-tiba perut ku merasa sangat sakit hingga keluar darah di mana-mana aku merasakan sangat nyeri di perut ku aku takut jika ada sesuatu yang terjadi dengan kandungan ku.
"Tahan ya nduk, kalian harus lewati ritual ini sampai selesai jika tidak semua akan mati disini"kata ibuku sambil sambil terus melakukan ritual itu.
"Perutku sakit sekali Bu, seperti ada yang mencakar cakar perutku dari dalam" kataku sambil terus menangis.
Aku tak kuasa rasa sakit itu semakin lama membuatku ingin mati saja namun aku terus mencoba bertahan hingga ritual ini selesai.
Saat ibu membacakan mantra dan doa-doa seketika ibu mengeluarkan satu kendi yang sama persis dengan kendi Romo yang telah dibuang mas Bram. Setelah kejadian menegangkan itu terjadi jika tiba suasana menjadi hening dan mas Bram sadar kembali .
"Alhamdulillah roh iblis itu berhasil ibu kunci, biarlah kendi ini tetap di rumah ini jangan kalian berani memindahkan atau membuang kendi ini lagi atau kalian yang akan menanggung akibatnya"kata ibuku.
Aku yang sudah sekarat karena pendarahan pada perutku mereka segera melarikan aku ke rumah sakit terdekat. Akhirnya aku melakukan persalinan detik itu juga yang sebenarnya belum waktunya aku melahirkan.
Keesokan harinya setelah aku melakukan persalinan aku melihat bayi kita tumbuh dengan cantik dan aku mulai lega bisa melihat mas Bram, ibu dan bapak tanpa rasa khawatir lagi.
Waktu kepulangan kami dari rumah sakit Aku dan mas Bram memutuskan untuk mengontrak saja dan tidak menempati rumah peninggalan Romo lagi. Biarlah rumah itu kosong dengan ceritanya kami tidak ingin mengambil resiko apapun karena kehilangan anak kami Ria itu sudah menjadi hal terburuk yang kami sesali seumur hidup.
Senin, 14 Maret 2022
Retak Berserakan
Sabtu, 12 Maret 2022
Rangka lusuh
Tentangmu dan segala isinya
1. 2021 Kadang, aku terjebak dalam kenangan tahun itu, Hujan deras, bayanganmu mulai memudar. Aku menawarkan payung, namun kau terlalu jauh,...

-
1. 2021 Kadang, aku terjebak dalam kenangan tahun itu, Hujan deras, bayanganmu mulai memudar. Aku menawarkan payung, namun kau terlalu jauh,...
-
Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...
-
Kata orang pernikahan itu sumber bahagia dan katanya pernikahan itu sebagai pelengkap hidup kita yang kosong di masa lalu. Katanya meskipun ...