Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat kecil hidup di rahim seorang ibu sederhana sepertiku dan merubah segalanya.
Pagi itu seperti biasa aku melakukan aktifitas sebagai ibu rumah tangga dan suamiku sudah pergi bekerja pagi buta sekali, dia bekerja sebagai satpam di sebuah perumahan elit di tengah kota.
Rumah kecil dan sempit ini terasa sangat membosankan bagiku terkadang membuatku jenuh berada di dalamnya, tapi aku suka ketika berada di teras rumah sembari melihat tumbuhan segar di halaman. Setiap sore aku selalu duduk disana dengan menyeduh teh panas kesukaan ku sambil menunggu suamiku pulang. Bagaimana tidak, sudah bertahun-tahun lamanya kami berumah tangga namun belum juga mendapat momongan. Berbagai cara telah kami lakukan mulai dari pengobatan herbal, program hamil, hingga terapi kandungan.
Kami sempat cek kesuburan waktu itu dan hasil nya normal aku dan suamiku tidak ada penyakit apapun, tapi tuhan belum mengizinkan. Berbagai cemoohan menjadi makanan sehari-hari, melihat kawan sebayaku sudah mempunyai 2 anak kadang juga membuatku iri tak jarang aku menyalahkan diriku sendiri entah aku yang tidak beruntung atau memang aku telah mendapat kutukan.
Suamiku adalah orang paling sabar yang pernah aku kenal, jika aku tidak bersamanya mungkin aku akan mengakhiri hidup ini dari dulu. Aku tak cukup sabar untuk mendengar perkataan orang-orang itu. Setiap hari ia lah yang selalu memberi aku semangat agar terus berusaha dan berdoa serta yakin bahwa nanti akan hadir buah hati yang akan menghapus rasa lelah ini.
Malam itu udara sedikit berbeda, kami yang berada di depan tv seperti merasa ada yang aneh tidak biasanya, terutama aku. Badan ku merasa sangat lemas dan merasa mual mungkin saja aku magh waktu itu, aku memang menderita magh dari kecil karena nafsu makan ku yang tidak stabil.
Suamiku lantas bergegas mengambilkan ku air hangat dan memberikannya padaku, lantas aku segera beristirahat di kamar dan meninggalkan film favoritku.
Berhari-hari keadaan ku tak kunjung membaik, suamiku terpaksa mengambil cuti untuk menemaniku dirumah. Beberapa kali ia membujuku untuk pergi ke rumah sakit memeriksakan keadaanku, namun aku menolak karena aku tidak mau meminum obat-obatan itu apa lagi harus menginap dirumah sakit. Aku tetap memaksa untuk beristirahat saja dirumah sampai sembuh.
Sore itu tiba-tiba orang tua ku datang kerumah, sedikit kaget rasanya karena mereka memang sangat anti kerumahku, terakhir mereka datang 2 tahun yang lalu itupun karena ingin melihat kondisi rumahku yang hampir roboh terkena gempa.
Mereka yang sudah duduk bersantai di ruang tamu tak lupa aku suguhkan minuman dan beberapa cemilan untuk pembuka obrolan hari itu. Masih sangat penasaran angin apa yang mampu membawa mereka kemari.
Beberapa obrolan basa basi diantara kita cukup hangat terdengar, sayangnya suamiku waktu itu tidak ada dirumah karena ada tugas mendesak. Tak lama kemudian seperti biasa orang tuaku selalu bertanya tentang kapan aku akan mempunyai momongan, sebenarnya wajar saja jika mereka mengidamkan seorang cucu karena mereka juga sudah sangat tua.
Aku yang sedikit geram mencoba untuk meredam emosi, karena tak sekali dua kali mereka bertanya seperti itu dan akhirnya selalu mengomeliku. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengajak mereka menonton tv, tak beberapa lama perut ku mulai mual lagi dan kali ini lebih hebat dari biasanya. Mata kedua orang tuaku sontak menatap tajam kearahku seakan menerka-nerka keadaan ku waktu itu, namun aku menjelaskan bahwa ini hanya magh karena aku telat makan saja.
Aku yang bergegas pergi ke kamar mandi sekejap keadaan terasa hening, aku rasa sakit ini semakin parah memang seharusnya aku mengikuti saran dari suamiku untuk pergi ke rumah sakit.
Beberapa menit kemudian aku kembali ke ruang tv untuk menemani orang tuaku, tidak enak jika aku meninggalkan mereka terlalu lama.
Suasana tiba-tiba menjadi canggung dan ibu tak henti-henti menanyakan keadaanku waktu itu, seketika sontak ibu menawarkan ku untuk tes kehamilan entah apa yang mereka pikirkan seakan-akan insting mereka sangat yakin jika aku telah hamil.
Aku yang berulang kali kecewa karena hasilnya selalu negatif berusaha untuk tidak positif thinking dan mengabaikan tawaran itu. Menjelang malam mereka memutuskan untuk pulang dan beberapa jam kemudian suamiku pulang dari tempat kerjanya.
Aku yang menunggunya dari tadi langsung menceritakan kejadian hari itu dan tanggapan suamiku ternyata cukup mencengangkan, ia juga menyuruhku untuk tes kehamilan siapa tau kali ini takdir benar-benar berpihak pada kami. Akhirnya aku mulai termakan bujuk rayu suamiku untuk melakukan tes kehamilan.
Keseokan harinya aku pergi ke apotek di seberang jalan untuk membeli testpack berharap kali ini bukan kegagalan lagi.
Hari itu suamiku libur bekerja dan ia ingin sekali menyaksikan hasil dari tes kehamilan ku kali ini karena sering kali ia disibukan oleh pekerjaan nya dan mengacuhkan ku.
Aku yang sudah berada di dalam kamar mandi tak henti-henti mengucap doa dengan hati yang berdebar-debar.
Jika hari ini adalah keberuntunganku aku akan merawat nya dengan sepenuh hati bahkan aku rela menukar nyawaku sekalipun, namu jika ini kesekian kalinya kami gagal maka aku minta kebahagian dan rasa syukur yang lebih banyak lagi untuk kami berdua meskipun tanpa keturunan.
Beberapa menit kemudian setelah selesai aku mencoba membuka mata dari mata yang sengaja aku tutup.
Mataku yang menatap kebenda itu sontak melotot kearahnya, mengangkat hingga mengayun-ayunkan nya ke arah lampu berharap aku salah melihat atau mungkin ini hanya mimpi.
Aku yang terkejut langsung berlari kearah suamiku dan menunjukan hasil tes tersebut yang ternyata hasilnya positif.
Benar saja hari ini mungkin tuhan telah menunjukan kuasanya dan memberi hadiah atas kesabaran kami selama ini. Suamiku yang tak henti-hentinya memeluk ku dengan rasa syukur menjadi hal yang paling aku tunggu-tunggu selama ini. Aku yang tidak menyangka ingin rasanya aku memberi tau ke seluruh dunia bahwa setelah ini akan ada malaikat kecil yang hidup di antara kami.
Hari berganti hari sangat lah menyenangkan untuk ku kebaikan demi kebaikan seakan menyertai hari-hari kami.
Tidak lupa aku mengabari keluargaku tentang kabar bahagia ini dan aku yakin mereka pasti akan bahagia sepertiku.
Tak terasa bulan semakin cepat berganti nikmatnya tubuh menggendut, perut mulai buncit, nafsu makan berubah-ubah dan kaki yang terasa bengkak sangat aku nikmati.
Suamiku yang selalu menjadi garda terdepan selalu menjaga ku dan janin ku dengan baik, orang tuaku yang mulai mendukung dan menyayangiku serta orang-orang yang tak lagi mengoceh seperti surga dunia bagiku.
Beberapa bulan kemudian tepat diusia kehamilan yang mendekati persalinan aku dan suamiku berencana untuk pergi kerumah orang tuaku, aku ingin sekali persalinan ku tak jauh dari mereka dan aku juga bermaksud untuk meminta doa agar di beri kelancaran dalam persalinanku nanti.
Detik-detik persalinanpun tiba aku beserta keluarga besar bergegas ke rumah sakit terdekat dan menyiapkan beberapa barang untuk dibawa kesana.
Aku yang mulai gelisah sembari melawan rasa kontraksi yang hebat berharap bisa selamat dari persalinan ini. Tak selang beberapa lama anak pertama kami pun lahir berkelamin laki-laki dengan suara keras percis seperti ayahnya.
Pertama kali aku mendengar suara paling merdu suara tangisan anak ku yang 18 tahun sudah kami nantikan, banyak perjuangan yang telah kami lewati hingga lika liku pahit getir omongan yang kurang enak di dengar tentang aku yang tak kunjung mengandung.
Rasa syukur bagaikan air yang tak ada habisnya terucap dari sekian banyak bibir keluargaku. Kali ini gelar terhebat telah aku capai dan aku juga berikan kepada suamiku, tanggung jawab yang lebih besar lagi siap kita tanggung bersama.
Sebuah titipan dan karunia terhebat yang tuhan kasih kepada kami, seorang anak yang lucu penghibur lara pembawa bahagia semoga menjadi kebanggaan dan semangat hidup baru untuk ku, seorang ibu sederhana yang pernah berjuang susah payah mendapatkan nya.