Senin, 14 Maret 2022

Retak Berserakan

 Swara djiwa`

Tunggulah!! Kedai ini sengaja kupesan penuh untuk merayakan pesta kehilanganmu



Aku masih ingat rintikan hujan dibulan april, aroma daun gugur serasa tidak asing di indera penciumanku dan suara bisingnya merayuku untuk tetap tinggal. Tidak ada yang paling aku suka selain gemericik air pertanda kau sudah kembali, percayalah tidak akan ada rahasia setelah ini. Terhapusnya setiap jejak-jejak langkah kaki dipersimpangan menciptakan keraguan atas jalan yang kau lewati.
Kita bertemu kembali pada titik nol dari waktu yang sempat memuai, memang terlanjur usang bahkan sudah sangat berdebu. Kita hanya duduk berdua saja, aku memesan segelas kerinduan dengan senyuman manis sebagai pelengkap, ntah kau memesan apa. Aku memesan semangkuk topik sebagai hidangan pembuka agar pembicaraan kita tak lagi sedingin rintik hujan diluar jendela.
Kita duduk diantara bola mata yang pernah saling menatap, diantara bibir yang pernah saling menyapa ,menertawakan hidup menertawakan fatamorgana. Aku memesan kopi kesukaan mu, tenanglah kopi ini tak akan sepahit kita. Aku menjanjikan kenyamaan  malam ini, tak akan aku memesan rasa sakit yang mungkin sangat menggema ditelingaku. Duduklah, hanya ada aku dan kau malam ini.
Ditempat ini,ditempat pertama kali kita bertemu, ditempat dimana semua mimpi-mimpi kita belum berhasil kita wujudkan kau memilih berpindah hati. Sudahkah kau lapar? bolehkah aku memesankan sesuatu untukmu? Akan ku pesankan sebuah pesan yang sengaja kau letak kan dibawah pintu rumahku bertuliskan namamu dan seseorang, tentu saja bukan aku.
Aduklah, kau boleh menyeduh minuman mu sebanyak yang kau mau. Namun setelah lampu-lampu ini dipadamkan kau akan menjadi satu-satunya keterangan. Kau yang meminum aku yang menelan rasa sakit. Tak apa aku menyukainya.
Sementara itu aku masih terus menatapmu, adakah rasa bersalah atau sedikit patahan? atau memang sengaja tidak kau tumbuhkan. Rasa yang hanya tinggal serpihan tulang mulai terasa nyeri dibagian dada kananku.
Lihat.....langit semakin gelap, memadamkan bekas jejak-jejak kaki menyekap setiap peluhnya.
Santailah sejenak, malam ini masih sangat panjang. Disini ditempat yang sengaja aku hindari, aku pernah berdiri menyapa kerinduan, membalut kehilangan, menggores setiap kata yang pernah kau ucapkan.
Disetiap ukiran kursi yang kau duduki, aku mengisahkan keikhlasan dikepasrahan. Diangka-angka meja itu masih terpapar nyata bagaimana kita berbincang ria  pada keharmonisan. Retak berserakan, kusut kusam, tercabik rasa sepi, hilang diantara pekat aroma kopi.
Dipeluk ini, dipeluk yang pernah kau lewati kau menyapa sebagai satu-satunya kerinduan. Pada dinginnya malam aku masih sendiri. Mendengarkan alunan pesta pernikahanmu, lengkap dengan gaun putih dan bunga di setiap sudutnya. Pada letupan ruang kekosongan kau kembali duduk sebagai satu-satunya kenangan. Aku sengaja membicarakan senyumu dikeindahan yang telah hilang, mengulang kembali setiap bait yang sempat kita rakit. Terinjak lara, terkoyah sepi, tercampur rasa pahit yang di seduh dengan rasa sakit.
Satu kisah yang kita upayakan, lenyap. Kau memutuskan pergi meninggalkan beribu rencana, merobek dengan keras, menyayat dengan pisau yang kau pinjam dari tangan seseorang yang kau anggap sebagai rumah. Pada setiap kata yang kau utarakan aku tak lagi percaya.
Aku mencarimu, sedangkan kau berpesta pora diatas gemerlap lampu. Itu yang kau sebut hidangan hanya sebagai pelengkap atas rasa ucap yang kau selimuti rasa pengkhianatan.
Dan kini satu-satunya yang tersisa hanya lukisan dari rasa hiruk pikuk yang kubuat sendiri. Aku memaafkanmu, dari segala bencana yang kau buat.
Ditempat ini kapanpun resah merasuk jiwamu, duduklah kau boleh pesan apapun yang kau mau, dengan kenangan manis sebagai pelengkap. Pesanlah sebelum kursi-kursi ini berhasil disingkiran, karena setelah kursi-kursi ini berhasil disingkirkan kau tak akan menemukan ku disetiap ukiran kerinduan.
Kubur sebagai luka paling dalam, hentikan segala keraguan kopi itu akan tetap hangat sekalipun dengan atau tanpa kau seduh.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Telah) TERBIT

Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat...