Rabu, 16 April 2025

Mawar hitam di perantauan



Aku tumbuh dewasa di sebuah kampung kecil yang jauh dari kota. Kehidupan di kampung kami sederhana, tapi penuh dengan kesulitan. Ayahku meninggal ketika aku masih kecil, dan ibuku bekerja keras untuk membesarkanku.


Aku masih ingat saat-saat aku dan ibuku harus berjuang untuk mendapatkan makan sehari-hari. Kami sering kali hanya memiliki sedikit makanan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Aku merasa seperti beban bagi ibuku, tapi dia selalu mengatakan bahwa aku adalah anak yang kuat dan bisa menghadapi kesulitan.


Seiring waktu, aku tumbuh menjadi remaja yang ingin membantu ibuku. Aku mencari pekerjaan kecil-kecilan di kampung untuk membantu meningkatkan pendapatan kami. Tapi, tidak peduli seberapa keras aku bekerja, kami tetap hidup dalam kemiskinan.


Warga kampung kami sering kali menghina aku dan ibuku karena kemiskinan kami. Mereka mengatakan bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa karena kami tidak memiliki uang. Aku merasa seperti tidak ada harapan untuk maju, seperti aku akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan selamanya.


Tapi, aku tidak ingin menyerah. Aku ingin membuktikan kepada diri sendiri dan orang lain bahwa aku bisa sukses. Aku ingin memberikan kehidupan yang lebih baik kepada ibuku, yang telah berjuang keras untuk membesarkanku.


Aku memutuskan untuk pergi ke ibu kota untuk mencari pekerjaan dan menghasilkan uang. Aku tahu bahwa itu tidak akan mudah, tapi aku yakin bahwa aku bisa melakukannya.


Aku berdiri di depan rumah kecil kami, menatap ibuku yang sudah berusia 80 tahun. Aku merasa berat meninggalkan dia seorang diri, tapi aku tahu bahwa aku harus pergi jika ingin mengubah nasib kami...

Aku masih ingat malam itu, ketika aku dan ibuku harus tidur dengan perut kosong karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Aku berusia 10 tahun, dan ibuku telah bekerja keras sepanjang hari untuk mencari uang, tapi tidak cukup untuk membeli makanan yang layak. Kami berdua hanya memiliki sedikit beras yang tidak cukup untuk membuat nasi, dan aku masih ingat bagaimana ibuku memasak air kosong dan memberikannya kepada aku sebagai "makanan" untuk malam itu.


Aku merasa lapar dan sedih, tapi ibuku hanya memelukku dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi, tidak baik-baik saja. Keesokan harinya, aku harus pergi ke sekolah dengan perut kosong, dan aku tidak bisa konsentrasi karena lapar. Guru-guru di sekolah kami sering kali memberikan makanan kepada anak-anak yang lain, tapi tidak kepada aku karena mereka tahu bahwa ibuku tidak bisa membayar.


Warga kampung kami sering kali menghina aku dan ibuku karena kemiskinan kami. Mereka mengatakan bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa karena kami tidak memiliki uang. Aku merasa seperti tidak ada harapan untuk maju, seperti aku akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan selamanya.


Aku menumpang kendaraan yang menepi di jalan, dan setelah beberapa jam perjalanan, aku akhirnya tiba di kota yang aku tuju. Aku tidak percaya apa yang aku lihat di depan mataku - bangunan tinggi nan kokoh yang menjulang ke langit. Aku merasa seperti berada di dunia lain, jauh dari kampung kecilku yang sederhana.


Aku berjalan kaki menyusuri jalan kota, mencoba memahami suasana dan kehidupan di sini. Aku melihat banyak orang berlalu-lalang, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aku merasa sedikit takut dan tidak yakin apa yang harus aku lakukan.


Tiba-tiba, aku didekati oleh seorang pria yang menawarkan pekerjaan sebagai kuli panggul di sebuah pasar kecil di dekat pemukiman kota. Aku tidak memiliki pilihan lain, jadi aku menerima tawaran itu.


Aku bekerja keras setiap hari, mengangkat beban berat dan berjalan kaki sepanjang hari. Aku berharap bahwa hidupku akan lebih baik di sini, tapi ternyata tidak. Aku masih harus berjuang untuk mendapatkan uang yang cukup untuk hidup, dan aku sering kali harus tidur di tempat yang tidak layak.


Tapi, meskipun hidupku tidak seperti yang aku bayangkan, aku selalu bilang kepada ibuku di kampung bahwa hidupku di sini jauh lebih baik dan nyaman. Aku tidak ingin membuatnya khawatir, jadi aku berbohong sedikit. Aku berjanji kepada ibuku bahwa aku akan pulang membawa banyak uang dan membelikannya tempat tinggal yang layak.


Aku berharap bahwa suatu hari nanti aku bisa memenuhi janji itu, dan aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik kepada ibuku. Aku tidak ingin menyerah, dan aku akan terus berjuang untuk mencapai impianku.


Bulan berganti bulan, dan aku telah bekerja di kota selama setahun lamanya. Aku telah terbiasa dengan kehidupan sebagai kuli panggul, meskipun tidak mudah. Suatu malam, saat pekerjaan ku sudah selesai dan aku hendak pulang menuju tempat tinggalku, aku dihadang oleh preman. Mereka mengambil semua barang berhargaku, termasuk handphone satu-satunya barang yang ku miliki untuk tetap bisa berkomunikasi dengan ibuku di kampung.


Aku merasa takut dan tidak berdaya saat mereka memukulku dan mengambil semua yang ku miliki. Tubuhku babak belur, dan kakiku yang terseok lemas membuatku kesulitan berjalan. Aku pulang berjalan kaki dengan merintih kesakitan dan menahan tangis.


Setelah kejadian itu, aku tidak bisa menghubungi ibuku selama beberapa bulan. Aku hanya bisa mengirimkan surat kepadanya setiap minggu, dan beberapa uang untuk kebutuhan ibuku di kampung. Aku merasa sedih dan khawatir tentang keadaan ibuku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.


Awalnya, suratku selalu dibalas oleh ibu meskipun aku harus menunggu cukup lama, tapi itu sangat menenangkanku. Namun, beberapa minggu ini aku sudah tidak lagi menerima balasan surat dari ibu. Aku berusaha menepiskan semua pikiran burukku, mungkin saja suratku belum sampai atau ibuku memang lupa membalas. Wajar saja dia sudah cukup tua untuk mengingat sesuatu.


Tepat sebulan kemudian, aku masih belum mendapat balasan surat dari ibu. Rasa khawatir mulai berselimut di pikiranku. Aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa sesuatu tidak beres.


Hari ini, aku mendapat banyak bonus dari bossku di pasar karena kinerjaku cukup baik. Uang tabungan ku kurasa sudah cukup banyak untuk biaya ku pulang kampung dan membelikan beberapa baju untuk ibu. Aku merasa sedikit lega dan berharap bahwa aku bisa segera bertemu dengan ibu dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak sabar untuk pulang kampung dan memeluk ibu.


Aku ijin untuk pulang kampung besoknya, dan semua barang sudah aku lipat rapi ke dalam kardus siap untuk ku bawa pulang kampung. Aku menaiki bus menuju kampung, sesampainya disana dan memasuki wilayah kampung aku sempat heran beberapa warga melihatku dengan aneh dan berbisik satu sama lain.


"Pulang kau, Hasan?" tanya salah satu warga.


"Iya pak, mau nengok ibu," jawabku dengan lentang dan suara senang.


Setelah sampai rumah, aku ketok pintu rumahku, namun tidak ada jawaban sama sekali. Ketika aku intip dari kaca jendela, rumah terlihat rapi seperti sudah lama tidak ditinggali.


Lantas aku pun bertanya kepada Pak RT yang kebetulan rumahnya bersampingan dengan rumahku. "Pak, pak permisi."


"Eh, Hasan sudah pulang kau ternyata," kata Pak RT.


"Iya pak, alhamdulilah, tapi lusa kembali ke kota lagi," jawabku.


"Alhamdulilah kalau kamu betah disana," kata Pak RT.


"Pak, ibu kemana ya? Kok saya ketuk pintunya seperti tidak ada orang," tanyaku.


Pak RT seketika terdiam dan membuang pandangannya. "Ibuk lagi kepasar ya pak?" tanyaku mendesak.


"Kok Pak RT diam? Memangnya ibu sudah pergi berapa lama pak? Oh, mungkin Pak RT tidak melihat ibuk ya," tanyaku lagi.


"Hmm, San, ibumu sudah meninggal 2 minggu yang lalu. Maafkan kami tidak mengabari kamu karena kami tidak ada yang tahu alamatmu di kota," kata Pak RT dengan suara lirih.


Dengan terkejut, kujatuhkan semua barang yang aku bawa, tubuhku yang melemas sontak terduduk di lantai. "San, yang sabar ya, insyaallah ibumu bangga kepadamu," kata Pak RT mencoba menenangkanku.


Aku yang tidak bisa berucap langsung lari ke dalam rumah, memeriksa semua berharap itu hanya gurauan. Tapi, semuanya tampak berbeda, tidak ada tanda-tanda ibu masih hidup di rumah ini. Aku merasa seperti dihantam badai, tidak bisa menerima kenyataan bahwa ibu sudah tidak ada lagi.


Aku berjalan menuju kediaman terakhir ibuku, makamnya yang terletak di sebuah bukit kecil di pinggiran kampung. Aku merasa berat dan sedih, tidak bisa menerima kenyataan bahwa ibu sudah tidak ada lagi.


Aku berdiri di depan makam ibuku, menatap nama dan tanggal wafatnya yang tertulis di batu nisan. Aku merasa seperti gagal sebagai anak, tidak bisa membalas semua pengorbanan dan kasih sayang ibuku.


"Maaf, Ibu," kataku dengan suara lirih. "Maaf aku tidak ada di saat terakhirmu. Maaf aku telah meninggalkanmu di masa tua. Maaf karena masih belum membelikannya rumah yang nyaman."


Aku merasa seperti menangis, tapi air mataku sudah habis. Aku hanya bisa berdiri diam, menatap makam ibuku dengan hati yang berat.


Aku berharap bahwa ibu bisa memaafkan aku, dan bahwa aku bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik. Aku berjanji kepada diri sendiri bahwa aku akan selalu mengingat ibu dan melakukan yang terbaik untuk menghormati kenangan ibu.


Keesokan paginya, aku memutuskan untuk tetap tinggal di kota dan melanjutkan hidupku disana. Aku merasa bahwa ibu sudah tidak ada lagi, dan tidak ada alasan bagi aku untuk kembali ke kampung. Aku ingin melanjutkan hidupku dan mencari kebahagiaan di kota.


Aku kembali ke pekerjaan lamaku sebagai kuli panggul di pasar, dan mencoba untuk melupakan kesedihan yang aku rasakan. Aku tahu bahwa ibu sudah tidak ada lagi, tapi aku berharap bahwa dia masih melihatku dari atas, dan bahwa dia bangga dengan aku.


Aku melanjutkan hidupku dengan lebih baik, dan mencoba untuk membuat ibu bangga meskipun dia sudah tidak ada lagi. Aku tahu bahwa aku tidak bisa mengubah masa lalu, tapi aku bisa membuat masa depan yang lebih baik.

Patah dan Tumbuh

Ava, seorang wanita berusia 28 tahun, telah mencapai kesuksesan dalam karirnya sebagai seorang pengusaha. Ia memiliki perusahaan yang sukses dan kehidupan yang mapan. Namun, keluarga Ava khawatir bahwa Ava terlalu mandiri dan tidak membutuhkan cinta dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa Ava perlu menikah untuk memiliki kehidupan yang lebih stabil dan bahagia.


Di sisi lain, Rafael, seorang pria berusia 30 tahun, memiliki reputasi sebagai playboy. Ia tidak pernah serius dengan wanita dan tidak ingin terikat dalam hubungan yang serius. Rafael berpikir bahwa wanita tidak harus dinikahi dan hidupnya tidak perlu diatur oleh wanita.


Keluarga Ava dan Rafael memiliki hubungan yang dekat dan mereka berpikir bahwa perjodohan antara Ava dan Rafael dapat menjadi solusi yang baik. Mereka berpikir bahwa Ava dapat membantu Rafael menjadi lebih dewasa dan Rafael dapat membantu Ava menjadi lebih santai dan menikmati hidup.


Ava dan Rafael awalnya menolak ide perjodohan, tapi keluarga mereka tidak menyerah. Mereka terus-menerus membujuk dan akhirnya Ava dan Rafael setuju untuk menikah. Namun, mereka memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pernikahan mereka.


Mereka sepakat untuk membuat 1000 perjanjian tertulis dan rahasia yang akan mengatur kehidupan mereka sebagai suami istri. Perjanjian pertama adalah bahwa mereka tidak akan melakukan hubungan suami istri dan tidak akan memiliki anak. Perjanjian kedua adalah bahwa mereka akan memiliki kamar tidur yang terpisah. Perjanjian ketiga adalah bahwa mereka tidak akan memasak untuk satu sama lain.


Perjanjian lainnya termasuk:


- Mereka tidak akan menonton film romantis bersama

- Mereka tidak akan pergi berlibur berdua saja

- Mereka tidak akan memiliki hewan peliharaan bersama

- Mereka tidak akan memiliki rahasia bersama

- Mereka akan memiliki akun bank yang terpisah

- Mereka akan memiliki teman-teman yang terpisah


Ava dan Rafael berpikir bahwa dengan membuat perjanjian-perjanjian ini, mereka dapat menjaga kehidupan mereka tetap terpisah dan tidak terlalu dekat. Namun, seiring waktu, mereka mulai menyadari bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak semudah itu untuk diikuti.


Suatu hari, Ava dan Rafael terlibat dalam cekcok yang cukup panas.


"Apa ini semua hanya lelucon?" Ava bertanya dengan nada marah. "Kita menikah hanya untuk memenuhi keinginan keluarga kita, dan sekarang kita harus mengikuti perjanjian-perjanjian yang tidak masuk akal ini."


"Aku tidak tahu apa yang kamu maksud," Rafael menjawab dengan nada dingin. "Kita sudah sepakat untuk melakukan ini, dan aku tidak ingin berubah pikiran sekarang."


"Tapi apa gunanya menikah jika kita tidak bisa bersama?" Ava bertanya dengan nada putus asa. "Kita seperti dua orang asing yang tinggal di rumah yang sama."


"Aku tidak ingin terikat dalam hubungan yang serius," Rafael menjawab dengan nada tegas. "Aku ingin menjaga kebebasan aku, dan aku pikir kamu juga ingin hal yang sama."


Ava merasa kesal dengan jawaban Rafael. "Kamu tidak mengerti apa-apa tentang aku," katanya dengan nada marah. "Aku tidak ingin hidup seperti ini, dengan perjanjian-perjanjian yang tidak masuk akal dan kehidupan yang terpisah."


Rafael hanya mengangkat bahu. "Kita sudah sepakat untuk melakukan ini," katanya. "Aku tidak ingin berubah pikiran sekarang."


Cekcok antara Ava dan Rafael berakhir dengan keduanya saling diam dan tidak berbicara satu sama lain. Mereka mulai bertanya-tanya, apakah pernikahan mereka hanya sekedar formalitas, atau apakah ada sesuatu yang lebih dalam di balik perjanjian-perjanjian itu. Apakah mereka dapat menjaga perjanjian-perjanjian itu selamanya, ataukah cinta dan perasaan akan mengubah segalanya?

Ava dan Rafael telah menikah selama beberapa bulan, dan kehidupan mereka masih terpisah seperti yang mereka sepakati. Namun, kehadiran mantan Ava, Adrian, yang masih mengharapkan Ava, mulai mengganggu kehidupan mereka.


Adrian sering mengunjungi Ava di rumahnya, dan Rafael tidak suka dengan kehadiran Adrian yang masih memiliki perasaan terhadap Ava. Rafael merasa bahwa Adrian tidak memiliki hak untuk mengganggu kehidupan Ava sekarang.


Sementara itu, Rafael sendiri memiliki rahasia yang mulai terungkap. Ia masih suka bermain dengan wanita lain, dan kelakuan gilanya mulai ketahuan di depan keluarga Ava. Keluarga Ava sangat kecewa dengan Rafael dan merasa bahwa mereka telah salah memilih suami untuk Ava.


Ava sendiri merasa terjepit di antara cinta yang masih ada dengan Adrian dan kehidupan yang tidak bahagia dengan Rafael. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana menghadapi situasi ini.


Rafael, di sisi lain, merasa bahwa ia tidak perlu bertanggung jawab atas perbuatannya dan bahwa ia masih memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang ia inginkan. Ia tidak peduli dengan perasaan Ava dan keluarga Ava, dan ia hanya memikirkan kepentingannya sendiri.


Namun, suatu hari, Ava dan Rafael bertemu kembali dengan kenangan lama yang tidak pernah mereka ingat. Ternyata, mereka pernah mabuk bersama dan melakukan hubungan intim yang tidak mereka ingat. Dan hasilnya, Ava hamil.


Ava dan Rafael sama-sama terkejut dan bingung dengan keadaan ini. Namun, seiring waktu, mereka mulai merasakan cinta dan rasa cemburu yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya.


Rafael mulai merasa cemburu dengan Adrian yang masih mengharapkan Ava, dan ia mulai menyadari bahwa ia tidak ingin kehilangan Ava. Ava juga mulai merasakan cinta yang sama terhadap Rafael, dan ia mulai menyadari bahwa ia tidak ingin kehilangan Rafael.


Kandungan Ava semakin membesar, dan cinta mereka pun ikut membesar. Drama mereka pun mulai mengecil, dan mereka mulai menikmati kehidupan bersama sebagai suami istri yang sebenarnya.


Mereka berdua menyadari bahwa pernikahan mereka tidak hanya sekedar formalitas, tetapi ada cinta dan perasaan yang sebenarnya di antara mereka. Dan mereka berdua berjanji untuk menjaga cinta mereka dan membuat kehidupan mereka bersama menjadi lebih bahagia.

Kehangatan rumah tangga Ava dan Rafael mulai tumbuh, dan mereka berdua merasa bahagia dengan kehidupan mereka bersama. Ava hamil dan Rafael sangat menyayanginya, membuat Ava merasa dicintai dan dihargai.


Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Suatu hari, Rafael menerima kabar buruk yang membuat hidupnya berubah drastis. Wanita simpanan Rafael dulu, yang telah lama tidak berhubungan dengan Rafael, ternyata telah mengandung anak Rafael.


Rafael sangat terkejut dan bingung dengan berita ini. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini dan bagaimana memberitahu Ava tentang hal ini.


Ketika Rafael akhirnya memberitahu Ava tentang kabar buruk ini, Ava sangat syok dan tidak bisa menerima kenyataan ini. Ia merasa bahwa Rafael telah menghianatinya dan bahwa kehidupan mereka bersama tidak berarti apa-apa bagi Rafael.


Ava sangat marah dan sedih, dan ia tidak bisa mengontrol emosinya. Ia harus dilarikan ke rumah sakit karena syok dan kelelahan. Rafael sangat khawatir tentang keadaan Ava dan anak yang dikandungnya, dan ia tidak tahu bagaimana memperbaiki keadaan.


Kehidupan rumah tangga Ava dan Rafael kini di ujung tanduk, dan mereka berdua harus menghadapi kenyataan bahwa kehidupan mereka bersama tidak akan sama lagi. Apakah mereka bisa melewati krisis ini dan memperbaiki hubungan mereka, atau apakah kehidupan mereka bersama akan berakhir?

Rafael dan wanita tersebut, yang bernama Luna, duduk di sebuah kafe yang tenang. Rafael menjelaskan bahwa ia tidak bisa menikahi Luna karena ia sudah menikah dengan Ava dan tidak ingin memadu Ava. Luna mendengarkan dengan tenang, dan kemudian ia mengangguk.


"Aku mengerti," kata Luna. "Aku tidak memintamu untuk menikahiku. Aku hanya ingin kamu bertanggung jawab atas anak ini."


Rafael mengangguk. "Aku akan membiayai hidup anak kita. Aku akan memberikanmu uang untuk kebutuhan anak kita, dan aku akan memastikan bahwa anak kita memiliki kehidupan yang baik."


Luna tersenyum sedikit. "Terima kasih, Rafael. Aku sangat menghargai itu."


Rafael dan Luna kemudian membicarakan tentang detail-detail tentang bagaimana Rafael akan membiayai hidup anak mereka. Rafael berjanji untuk memberikan Luna uang secara teratur dan untuk memastikan bahwa anak mereka memiliki kehidupan yang stabil.


Setelah mereka selesai membicarakan tentang detail-detail, Rafael merasa sedikit lebih lega. Ia tahu bahwa ia telah membuat kesalahan besar, tetapi ia berusaha untuk memperbaiki keadaan. Ia tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi ia bisa berusaha untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.


Rafael kemudian kembali ke rumah sakit untuk menemui Ava. Ia berharap bahwa Ava sudah merasa lebih baik dan bahwa mereka bisa membicarakan tentang keadaan mereka. Ketika ia masuk ke ruangan, Ava menatapnya dengan mata yang masih merah dan bengkak.


"Apa yang terjadi dengan wanita itu?" Ava bertanya dengan suara yang lembut.


Rafael mengambil napas dalam-dalam. "Aku akan membiayai hidup anak kita. Aku tidak akan menikahinya, karena aku tidak ingin memadu kamu."


Ava menatap Rafael dengan mata yang tajam. "Apa yang kamu janjikan padanya?"


Rafael menjelaskan tentang kesepakatan yang telah ia buat dengan Luna. Ava mendengarkan dengan tenang, dan kemudian ia mengangguk.


"Aku percaya padamu," kata Ava. "Aku hanya ingin kita bisa melewati keadaan ini bersama."


Rafael merasa lega dan berterima kasih kepada Ava. Ia tahu bahwa ia telah membuat kesalahan besar, tetapi ia berusaha untuk memperbaiki keadaan. Ia berharap bahwa mereka bisa melewati keadaan ini bersama dan bahwa mereka bisa memiliki kehidupan yang bahagia lagi.

Tetesan Cinta di Usia Senja



Pak Rudi dan Bu Lestari, dua jiwa tua yang telah lama hidup sendiri, memiliki latar belakang hidup yang dramatis sebelum mereka memutuskan untuk tinggal di panti jompo.


Pak Rudi, seorang duda yang kehilangan istrinya beberapa tahun lalu karena penyakit kanker, merasa hancur dan kehilangan arah hidup. Ia dan istrinya memiliki hubungan yang sangat dekat dan memiliki tiga orang anak yang sudah dewasa. Setelah istrinya meninggal, Pak Rudi merasa sangat kesepian dan tidak tahu bagaimana cara melanjutkan hidupnya. Anak-anaknya yang sibuk dengan pekerjaan dan keluarga masing-masing tidak bisa selalu menemaninya, sehingga Pak Rudi merasa semakin kesepian. Ia memutuskan untuk menjual rumahnya dan pindah ke panti jompo, berharap bisa mendapatkan teman-teman baru dan menghabiskan sisa hidupnya dengan lebih bahagia.


Bu Lestari, seorang janda yang hidup sendiri setelah suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil, juga memiliki latar belakang hidup yang dramatis. Ia dan suaminya memiliki hubungan yang sangat romantis dan memiliki dua orang anak yang sudah dewasa. Setelah suaminya meninggal, Bu Lestari merasa sangat terpukul dan tidak bisa melanjutkan hidupnya seperti biasa. Ia merasa bahwa hidupnya tidak memiliki arti lagi dan memutuskan untuk menjual rumahnya dan pindah ke panti jompo, berharap bisa mendapatkan dukungan dan teman-teman baru.


Di panti jompo yang tenang dan damai, Pak Rudi dan Bu Lestari bertemu dan menemukan cinta yang tulus. Pak Rudi, yang berusia 75 tahun, adalah seorang pensiunan guru yang suka membaca dan menulis puisi. Ia memiliki hati yang lembut dan selalu ingin membantu orang lain. Bu Lestari, yang berusia 70 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga yang penuh kasih sayang dan memiliki kemampuan memasak yang luar biasa.


Suatu hari, ketika Pak Rudi sedang berjalan-jalan di koridor panti jompo, ia melihat Bu Lestari sedang duduk sendirian di ruang tamu, menatap keluar jendela dengan mata yang sayu. Pak Rudi merasa tersentuh oleh kesepian yang terpancar dari wajah Bu Lestari dan memutuskan untuk mendekatinya.


Mereka berdua mulai berbicara dan menemukan banyak kesamaan dalam minat dan pengalaman hidup. Pak Rudi terkesan oleh kemampuan memasak Bu Lestari, sementara Bu Lestari kagum dengan kemampuan menulis puisi Pak Rudi. Seiring waktu, mereka semakin dekat dan mulai menghabiskan waktu bersama. Pak Rudi sering mengajak Bu Lestari berjalan-jalan di taman panti jompo, sementara Bu Lestari membalas dengan mengajak Pak Rudi mencicipi masakan buatannya.


Mereka berdua menemukan bahwa mereka memiliki chemistry yang kuat dan mulai jatuh cinta. Namun, keduanya ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaan mereka. Mereka takut akan reaksi penghuni panti jompo lainnya dan takut akan kehilangan kemandirian mereka. Tapi, suatu hari, Pak Rudi memutuskan untuk mengambil risiko dan mengungkapkan perasaannya kepada Bu Lestari.


Dengan jantung yang berdebar, Pak Rudi mengambil tangan Bu Lestari dan berkata, "Bu, saya merasa sangat bahagia ketika bersama dengan Anda. Saya ingin menghabiskan sisa hidup saya bersama Anda." Bu Lestari terkejut, tapi kemudian tersenyum dan berkata, "Saya juga, Pak. Saya juga ingin menghabiskan sisa hidup saya bersama Anda."


Mereka berdua kemudian memutuskan untuk tinggal bersama di panti jompo dan menghabiskan sisa hidup mereka dalam cinta dan kebahagiaan. Penghuni panti jompo lainnya menyambut hubungan mereka dengan gembira dan memberikan dukungan penuh.


Tapi, takdir memiliki rencana lain. Beberapa tahun kemudian, Bu Lestari didiagnosis dengan penyakit Alzheimer. Pak Rudi sangat terpukul oleh berita itu dan berusaha untuk selalu mendampingi Bu Lestari. Ia menjadi pengasuh utama Bu Lestari dan melakukan segala yang bisa untuk membuatnya bahagia. Namun, penyakit Bu Lestari semakin parah dan ia mulai kehilangan ingatannya. Pak Rudi sangat sedih melihat Bu Lestari yang semakin tidak mengenalinya. Ia terus berusaha untuk membuat Bu Lestari bahagia, walaupun itu sangat sulit.


Suatu hari, Bu Lestari meninggal dunia di pangkuan Pak Rudi. Pak Rudi sangat terpukul oleh kepergian Bu Lestari dan merasa bahwa hidupnya tidak memiliki arti lagi. Ia menghabiskan sisa hidupnya dengan mengenang kenangan indah bersama Bu Lestari dan berharap bisa bersamanya lagi di kehidupan selanjutnya.


Pak Rudi membuktikan bahwa cinta tidak mengenal usia dan bahwa kehidupan masih penuh dengan kejutan dan kebahagiaan, tapi juga penuh dengan kesedihan dan kehilangan. Ia hidup sendiri di panti jompo, dikelilingi oleh teman-teman yang menyayangi dia, tapi hatinya akan selalu bersama Bu Lestari.

Di setiap pagi setelah subuh, Pak Rudi selalu menjadi orang pertama yang mendatangi pemakaman Bu Lestari. Ia membawa bunga segar dan berdoa untuk arwah Bu Lestari. Ia berbicara kepada Bu Lestari seolah-olah ia masih hidup, menceritakan tentang kehidupannya sehari-hari dan mengenang kenangan indah bersama Bu Lestari.


Pak Rudi merasa bahwa dengan mengunjungi pemakaman Bu Lestari setiap hari, ia bisa tetap terhubung dengan Bu Lestari dan merasakan kehadirannya. Ia juga merasa bahwa dengan melakukan hal ini, ia bisa menunjukkan cintanya kepada Bu Lestari walaupun ia sudah meninggal dunia.


Teman-teman Pak Rudi di panti jompo melihat perubahan pada dirinya setelah kepergian Bu Lestari. Mereka melihat bahwa Pak Rudi menjadi lebih tenang dan damai setelah mengunjungi pemakaman Bu Lestari setiap hari. Mereka juga melihat bahwa Pak Rudi masih memiliki cinta yang kuat kepada Bu Lestari dan bahwa cinta itu tidak akan pernah mati.


Pak Rudi hidup sendiri di panti jompo, tapi ia tidak pernah merasa kesepian karena ia tahu bahwa Bu Lestari selalu bersamanya dalam hatinya. Ia terus mengenang kenangan indah bersama Bu Lestari dan berharap bisa bersamanya lagi di kehidupan selanjutnya. Dan di setiap pagi setelah subuh, Pak Rudi akan selalu menjadi orang pertama yang mendatangi pemakaman Bu Lestari, membawa bunga segar dan berdoa untuk arwah Bu Lestari.

Selasa, 15 April 2025

AKU KALAH


ini adalah tahun yang kelima bersama aku dan kekasihku panggil saja dia Aryo, dia adalah pria yang baik yang mengisi kekosongan setelah keluargaku tercerai-berai.

Dulu dia adalah kakak tingkat ku waktu di SMA, tapi tak terduga sekarang dia menjadi pendampingku dan satu-satunya orang yang aku percaya.

Sejauh ini kami masih belum ada fikiran untuk menikah, karena kami berfikir itu bukan hal yang mudah untuk kami yang kadang masih egois dan meributkan hal-hal kecil lainnya.

Sejauh ini tidak ada masalah besar yang membuat kami putus, semua selalu terselesaikan dengan baik. 

Dimana pun ada aku selalu ada Aryo, sampai teman-teman menjuluki kami romeo and juliet versi sederhana karena kami yang selalu berpenampilan apa adanya dan sederhana. Aryo terkenal sebagai lelaki yang pendiam dan minim sekali bergaul dengan teman sebaya nya.

Pada suatu hari kami mengalami cekcok luar biasa, dan aku baru kali ini melihat Aryo kebingungan menjawab pertanyan-pertanyaan ku, padahal setiap ada masalah dia yang selalu berusaha menjelaskan masalah itu sampai aku mengerti.

Suatu hari tepat ulang tahun nya aku ingin memberi dia kejutan dengan tiba-tiba kerumahnya dan membawa kue, hal ini biasa aku lakukan setiap dia ulang tahun.

Seperti biasanya kita rayakan hal itu dengan happy dan sangat sederhana, lalu setelah Aryo meniup lilin dia izin pergi ke kamar mandi.

Tak sengaja notif hp dari Aryo berbunyi tanda ada pesan  masuk, aku lihat itu pesan dari operator hp nya.

Tak ada firasat buruk apapun dan aku masih berfikir positif, sampai akhirnya notif pesan dari operator kembali muncul dan beberapa kali muncul, karena aku yang penasaran aku buka pesan itu.

Betapa terkejut nya setelah aku membaca pesan yang ternyata bukan dari operator, melain kan dari wanita lain yang sengaja dia ganti namanya.

"Selamat ulang tahun aryo, semoga panjang umur ya"

"Terimakasih atas waktu yang sudah kamu luangin buat aku meskipun kita harus diem-dieman gini"

"Tapi gapapa kok, aku tau laras lebih butuh kamu setelah ayah ibunya bercerai"

"Aku tau kok kamu kuat menjalani hubungan yang kamu sendiri pun sebenernya gak mau jalani lagi, tapi setelah ini kamu janji ya harus ngomong ke ibunya laras kalau kamu gak bisa pura-pura cinta sama laras terus"

"Aku bakal nungguin kamu disini, aku juga sudah bilang keluarga ku kalau aku bakal kenalin kamu ke mereka"

Seketika jatungku terasa mau berhenti, otak ku ingin meledak.

Aku harus berkata apa lagi ke diriku sendiri setelah ini? Aku harus percaya siapa lagi? 

Setelah aryo kembali, aku lantas meminta penjelasan dari dia atas pesan itu. Sekata pun tidak keluar dari mulutnya, yang menandakan semua pesan yang aku baca itu benar adanya. Tidak ada pembelaan dan tidak ada penjelasan sedikitpun untuk membuatku tenang.

Aku yang sudah sangat hancur, segera berlari meninggalkan rumah Aryo. 

Semua akun sosmed,nomor telfon dan apapun tentang Aryo aku sudah memblokirnya, sesakit hati itu aku padanya.

Orang yang selama ini aku anggap cinta matiku ternyata penipu yang sangat handal, tega menyakiti dengan semua rencananya.

Dan benar saja aku tau wanita itu siapa, dia Kaluna mantan dari Aryo dan aku tau itu.

Aku kira bersama dengan ku mereka akan selesai, ternyata aku yang mereka selesaikan.

Yaaap... aku kalah, aku bodoh, dan aku terpedaya oleh ekpektasiku sendiri.

Aku remuk remuk sendiru, ingin mati saja rasanya tapi terlalu sulit.

Jadi hubungan ku dengannya hanya mengisi kekosongan yang ada, hanya terbentuk dari rasa kasihan bukan cinta.

Aku yang membangun dengan susah payah, namun orang lain yang memenangkannya. 


"Aku kira kamu tidak siap melangkah lebih lanjut karena memang belum siap, ternyata bukan aku yang kamu mau"


Jumat, 20 Desember 2024

Tentangmu dan segala isinya


1. 2021

Kadang, aku terjebak dalam kenangan tahun itu,
Hujan deras, bayanganmu mulai memudar.
Aku menawarkan payung, namun kau terlalu jauh,
Aku berlari, berharap kau menoleh dan menerima.

Namun, dari kejauhan ada bayangan lain,
Yang ingin memelukmu, menghapusku.
Kau menoleh kepadanya, mengacuhkanku.
Ini bukan soal hujan, tapi soal kita.

Kedekatan kita yang ternyataa tak seistimewa itu,
Di dekatmu, hangatnya tak tergantikan.
Dekapanmu melekat, namun hanya aku yang merasakan.
Aku ingin bersandar, tapi ternyata aku sendiri.

Tidak apa, biar bising memenuhi pikiranku,
Aku merindu, bukan menginginkan yang lalu.
Ingin memulai tahun baru, lepas harap dan lelah.

Ditahun berikutnya, harapan itu pupus.
Hilang akal, hatiku masih terpaut.
Terasa terkoyak setiap malam,
Membingungkan kenapa ini bisa terjadi.

Aku dipaksa bertahan dalam ingatan tentangmu.
Tentang kita di masa lampau.
Pergi saja, ambil ingatanku sebagai penggantinya.
Biarkan aku bebas, seperti burung yang terlepas sekalipun hilang ingatan beserta isinya. 



2.Kemeja biru

Laki-laki itu, dengan kemeja biru tanpa dosa.
Kacamata hitam, kumis tipis terhampar,
Suara lantangnya memanggil namaku, tak terlupakan.

Matanya berbinar seperti bintang malam,
Senyumnya menghipnotis, tak terelakkan.
Kemudahan bicaranya, membuatku nyaman,
Dalam diam, aku menyukainya, tak terucapkan.

Kemeja biru itu seolah-olah mempesona,
Menggambarkan kepribadian yang tenang dan dalam.
Aku tak tahu apa yang tersembunyi,
Di balik senyum dan kata-katanya yang manis.
Dalam tatapan ku, aku mulai menginginkannya,

Tapi aku yakin, di hatinya terdapat,
Kisah cinta yang belum terungkapkan, rahasia yang tersembunyi.
Dan aku berharap, suatu hari nanti,
Aku akan menjadi bagian dari kisah itu.

Dalam mimpi, aku melihatnya mendekat,
Dengan senyum yang sama, dan kemeja biru yang tak berubah.
Aku merasakan getaran hati yang tak terhenti,
Cinta yang tumbuh, tak terkontrol.

Mungkin ini cinta pada pandangan pertama,
Atau mungkin ini cinta yang tak terduga.
Tapi yang pasti, aku tak bisa menyangkal,
Perasaan ini, tak terucapkan.



3. Kopi yang tumbuh

Di café yang ramai, malam dingin bersemayam. Kami berdua terlena, dalam kesenangan tak terhingga.
Dua cangkir kopi, penghangat hati dan jiwa.
Aroma yang kaya, membangkitkan cinta yang tak terucap.

Kopi hitam pekat, dengan krim yang manis,
Menghangatkan tangan dan memanjakan hati.
Cemilan kentang renyah, menemani obrolan.
Tawa dan senyum, menghangatkan suasana.

Aku menatapmu, kau menatapku,
Kata-katamu manis, "Kamu cantik" Dan kamu  tampan malam itu.
Alunan musik lembut, kau nyanyikan dengan hati,
Aku harap itu untukku.

Malam ini, tak ingin berakhir.
Karena bersamamu, hati ini menemukan hangatnya.
Kopi yang kita minum, seolah-olah mempersatukan,dua jiwa yang terpisah dalam cinta yang sama.

Dalam kesunyian café, kita berdua terhubung dengan senyum, dan kata-kata yang tak terhingga.
Malam yang dingin, menjadi hangat karenamu,
Cinta yang tumbuh, dalam setiap detik.

Kopi ini, seolah-olah simbol cinta kita.
Hangat, manis, dan tak terlupakan.
Aku ingin terus, menikmati malam ini bersamamu dengan kopi, dan cinta yang tumbuh.


4. Sudut yang hilang

Di sudut rumah ini, kenangan kita berserakan
Lukisan dinding yang terukir, cinta yang tak terucapkan.
Warna-warna cerah, senyum dan tawa kita menghiasi dinding, tak terlupakan.

Kursi tua di teras, tempat kita berbincang.
Mengenang malam-malam hangat, nyaman dan tak terpisahkan.
Lampu gantung, cahaya kenangan.
Menerangi sudut-sudut yang pernah kita panggil rumah.

Dinding-dinding yang pernah kita lukis bersama menggambarkan cinta yang tak pernah terungkapkan.
Setiap goresan, setiap warna mengingatkan kenangan yang tak terlupakan.

Meskipun tak pernah menjalin status.
Kedekatan kita terasa begitu nyata.
Di setiap sudut, di setiap ruang.
Aku merasakan kehangatan tentangmu

Waktu berlalu, kenangan tetap abadi.
Di rumah ini, cinta kita tak pernah berakhir.
Aku masih merasakan hangatnya pelukanmu,
Di setiap sudut, di setiap detik.


5. Hari yang kau sebut perayaan

Pesta perayaanmu, megah dan indah.
Tapi di balik senyum, aku sembunyikan luka.
Hari ini kau menikah dengan bahagia.
Tapi aku terluka, hati patah dua.

Kembang yang merekah, cahaya yang terang.
Tapi di hatiku kekecewaan membakar.
Aku menyembunyikan air mata menyaksikan kebahagiaanmu bersama dia.

Rasa luka yang terpendam tak terucapkan.
Aku pandai menyembunyikannya di balik senyumku.
Tapi sakitnya tak terhingga menghantam hati.
Melihat kebahagiaanmu bersama dia.

Berbahagialah dengan dia biar aku sembuh sendiri.
Kau berhak bahagia, dan aku berhak menyimpan luka.
Tak usah kau pikirkan biar ini menjadi urusan ku.
Tugasmu hanya bahagia, tugasku hanya menutup mata.

Selamat menikah, semoga bahagia.
Meski aku tak bisa melupa tapi biarlah.
Hari ini, hari patah hatiku.
Tapi aku berharap kau bahagia.


6. Hari yang kau sebut perayaan (2)

Malam perayaanmu, malam kebisinganku.
Hati berhenti di detik itu juga.
Pesta pernikahanmu, pesta kepedihan.
Menggandengnya dan bukan aku.

Gaun putih yang kusimpan sengaja kau ambil.
Untuknya bukan aku yang kau pilih.
Bunga yang kita rangkai kini kau lepaskan.
Mimpi kita terhenti di malam itu.

Aku hadiri pesta itu dengan hati berat.
Tamu-tamu bersorak aku terpaksa bertepuk tangan.
Kau sambut aku seolah tidak pernah ada yang terjadi.
Tapi kau tau aku tak sekuat itu.

Lampu-lampu yang menerangi malammu.
Mengiringi hatiku yang semakin gelap.
Bahagialah, aku tidak peduli lagi!!
Biar ini menjadi yang terakhir sebelum aku benar-benar hilang dari muka bumi.

Selamat menikah, perjalananmu dimulai  milikku berakhir.
Semoga bahagia, di setiap langkahmu.


7. Rekayasa Lagu

Dalam irama lagu itu aku mendengar suaramu berisi namun kadang juga hampa.
Kenangan kita, melodi cinta yang tak terlupakan.
Tapi kehilangan nada sedih yang tak terhenti.

Senyummu kini bayang yang menghilang saat kita bernyanyi bersama hati terbelah.
Kesunyian adalah jurang yang tak terisi 
Kenangan kita terjebak di dasarnya.

Suaramu kini menjadi angin yang berlalu meninggalkan kesunyian yang tak terobati.
Hati ini kapal karam, terdampar di laut kesedihan.
Cinta kita terbenam dalam kegelapan.

Wajahmu kini lukisan yang pudar.
Saat kita bernyanyi bersama cinta terukir.
Kini, hanya kenangan yang terpatri.
Dalam hati yang terus berdarah.

Lagu itu kini menjadi kenangan.
Mengingatkanku pada cinta kita.
Meski berlalu, melodi itu tetap hidup.
Dalam hati yang terus merindukan.

Semoga abu kenangan kita tetap hangat.



8. Pesan berkesan


Tengah malam layar bercahaya, pesan masuk  hati berdegup.
Nama tak dikenal tapi kata-katanya manis.
Membuatku penasaran tak bisa tidur.

Kata-katamu bunga di taman hati.
Mekar dengan sentuhan lembut.
Kau adalah cahaya pagi
Menerangi malam yang gelap.

Pesan diketik, hati terkirim.
Lucu meski tak ada wujud.
Tapi pesan itu selalu setia.
Aku menunggu, walau lebam mata ini.

Diketik mulut berbisik.
Mimpi indah tercipta.
Membuatku berpikir.
Harus dibalas dengan apa?

Pesan terbalas, kata yang tepat,
Bukan "suka", tapi "kamu cantik".
Membuatku tersenyum.
Malam ini hati bahagia.

Pesan pertama benih cinta yang tumbuh.
Membunga dalam hati tak terlupakan.
Semoga awal indah ini menjadi keabadian.



9. Seperti Angin


Kau datang seperti cahaya pagi membawa harapan, menghilangkan malam.
Senyummu bunga yang mekar.
Membuat hati ini berdebar.

Kau seakan terlahir untukku.
Dunia ini kau janjikan untukku.
Kata-katamu madu yang manis membuatku percaya kita ini nyata.

Tapi kau pergi tanpa peringatan.
Meninggalkan kesedihan dan kekosongan.
Hati ini terbelah seperti oase kering.
Mencari jawaban tak terucap.

Kau tinggalkan kenangan manis, tapi juga luka yang dalam.
Aku terjebak dalam masa lalu.
Mencari cinta yang hilang.

Kau datang dan pergi seperti angin.
Membawa harapan, lalu menghilang.
Namun kenanganmu tetap hidup.
Dalam hati yang terluka dan kita yang sempat ada.


10. Yang Terdalam

Mata indahmu, permata biru.
Memancarkan cahaya menari dalam hati.
Kedalamanmu lautan tak terhingga, menarikku ke dalam tak terlepas.

Senyum di balik kelopakmu,
Menghidupkan impian menggetarkan jiwa.
Cahaya matamu sinar surya.
Menerangi malam menghangatkan hati.

Mata yang menarik perhatian memikat siapa saja yang melihat.
Dalam sekilas hati terjebak.
Tak terlepas dari pesona mu.

Kemurnian hati kejujuran jiwa.
Memancarkan kekuatan tak terhingga.
Dalam matamu aku melihat kebijaksanaan.
Sebuah jiwa yang tak terjamah.

Mata indahmu harta tak terhargai.
Membuatku terpikat, tak terlepas.
Dalam kedalamanmu aku menemukan cinta.
Yang tak terucap dan tak tergantikan.

Mata indahmu keindahan abadi membuatku terpesona tak terlupakan.
Dalam matamu aku menemukan rumah.



11.Rumah singgah 

Dalam hatimu, aku menemukan rumah.
Singgah sejenak, dari badai hidup.
Kau terima aku dengan senyum hangat membuatku merasa aman tak terlupakan.

Kau bukan rumah abadi tapi singgah yang menyenangkan.
Kau berikan kehangatan.
Mengusir kesepian.

Rumahmu dulu taman indah,
Kini menjadi gurun kering.
Dindingnya retak, atapnya bocor.
Kehangatanmu kini tinggal kenangan.

Aku mencari kehangatan tapi kau tinggalkan kekosongan.
Rumah singgahmu, kini berantakan.
Membuatku terjebak dalam kesedihan.

Kau rumah fatamorgana ilusi indah menghilang saat ku butuhkan.
Kau bukan rumah, tapi hanya bayang.
Membuatku terjatuh dalam kesepian.

Semoga langkahku selanjutnya,
Menemukan rumah yang sebenarnya.



12. Kau, Aku, dan Bayang

Bayangmu terukir di dinding malam,
Siluet kuat, tak terlupakan.
Aroma melati pekat mengiringi.
Kaca mata hitam, senyum samar.

Bahu lebar, lengan kuat menjadi tempat berlindung.
Suara hati berdebar.
Tangan yang memegang, membuatku merasa aman.

Kemeja rapi kacamata setengah bulat.
Membuatku penasaran apa di baliknya?
Kau adalah puisi tak terbaca.
Rahasia yang tersembunyi, senyum yang manis.

Kau berdiri di antara cahaya dan bayang
Suara bisikan lembut menemani malam.
Membuatku penasaran, siapakah kau yang tersembunyi di balik siluet kuatmu?

Apa yang kau sembunyikan?
Mengapa senyummu begitu misterius?
Apakah di balikmu terdapat rahasia?
Atau hanya bayang yang tak terjawab?

Apakah kau melarikan diri dari masa lalu?
Suara langkahmu mengiringi malam.
Atau mencari kebenaran yang hilang?
Apa yang membuatmu tetap berdiri?



13. Wanita Gila

Kau terpatri dalam jiwaku,
Tak terpisahkan bayangmu sungguh menghantui.
Aku terobsesi tak terkendali.
Ingin kau hanya untukku, selamanya.

Dalam kegelapan egoku kau adalah obsesi.
Terkurung dalam hati yang tak pernah berhenti berdegup.
Aku ingin mengunci kau dalam cinta tak terbatas.
Membuat kau tak bisa terlepas dari genggamanku.

Kau adalah mutiara yang harus kucari.
Permata yang harus kubawa ke pangkuan hati.
Aku memaksa hatimu untuk memilihku.
Seolah tak ada pilihan lain.

Tapi, kau masih bebas tak terikat.
Membelah hatiku dengan kebebasanmu yang tajam.
Rasa sakit ini, apakah cinta atau keserakahan?
Mengapa kau tak milikku?

Kau harus memilihku, tak ada pilihan lain.
Cintaku mengikat tak terlepas.
Jika aku tak bisa memilikimu, seluruh dunia pun tak boleh memilikimu.

Tetaplah hidup, sampai akhir hayat.
Bersamaku, wanita gilamu.
Dalam cinta yang tak terpisahkan.
Kita terikat, selamanya.



14. Rintik dan detik 

Rintik hujan kemarin,
Membawa kenangan yang tak terlupakan.
Suara air yang jatuh mengingatkanku akan kehilangan.

Bayanganmu, yang dulu terang,
Sekarang hilang dalam kabut.
Pelukan hangatmu kini renggang,
Digantikan dinginnya hujan.

Air mataku sengaja tersapu,
Hujan menyembunyikan kesedihanku.
Tapi aroma kenangan tetap lekat,
Di sepanjang jalan yang pernah kita lalui.

Suasana syahdu mendadak pilu,
Waktu berlalu detik menjadi rintik.
Malam tak lagi ku inginkan,
Karena hujan memaksaku menghapusmu.

Hari ini hujan berhenti,
Tetapi rasa sakit tetap ada.
Kehilangan yang tak tergantikan,
Membuat hati terasa kosong.

Rintik-rintik yang lembut,
Sekarang terdengar sebagai ratapan.
Air hujan yang jernih,
Mengalirkan air mataku.

Semoga waktu tidak akan pernah menyembuhkan,
Luka yang kau tinggalkan.
Rintik hujan kemarin,
Mengingatkanku akan kita yang sempat ada.



15. Pilihan Hidup

Pada cinta yang kini mulai usang,
Entah untuk mengenang nostalgia atau merayakan kehilangan abadi.
Masa indah yang pernah kita ukir,
Kini hanya meninggalkan luka dan kenangan.

Waktu berlalu tanpa ampun,
Menghapus senyummu yang dulu begitu cerah.
Tangan yang terbiasa digenggam,
Kini perlahan melepas dengan hati berat.

Kehilangan, bukanlah akhir tapi awal dari kebijaksanaan.
Cinta kita, meskipun berakhir meninggalkan makna abadi.
Dalam hati, kenangan kita tetap hidup.

Kerinduan ini masih terasa,
Namun pilihan hidup harus dijalani.
Semoga kebahagiaan menyertai,
Di setiap langkahmu yang baru.


16. Nama yang sama

Aku menemukan namamu di jiwa yang berbeda,
Di wajah dan bayang yang berbeda.
Seolah buku yang lama sengaja aku tutup terbuka kembali oleh angin yang meniup.
Aku kira itu kamu.
Nyatanya hanya sebaris kata yang sama. 
Ini tidak selucu biasanya,
Hanya saja mendengar namamu membuat aku terpanah. 
aku kira akan sama, namun nyatanya berbeda.
Menemukan rasa di sosok yang berbeda. 
Menggali dalam nya ingatan yang pernah ada.
Sebagian orang mengatakan "lupakan saja"
Namun benak ku memaksa untuk bilang "tidak".
Aku kembali menemui tempat dimana nama itu ada.
Berharap itu benar-benar kau.
Melihat dari ujung kaki sampai dengan kepala.
Dan benar saja tidak ada kemiripan yang aku temui selain pada dirimu.
Terkadang kecewa memang datang dari diri sendiri.
Terlalu berharap dan berkhayal.
Tapi pada dirimu kekecewaan selalu mengasyikan untuk ku.
Entah datang dan hilang atau rindu yang terus membunuhku.

Jumat, 29 September 2023

(Telah) TERBIT



Ini lah waktu yang kami tunggu-tunggu lamanya, 18 tahun pernikahan yang kosong pada akhirnya tuhan memberi kepercayaan kepada kami. Malaikat kecil hidup di rahim seorang ibu sederhana sepertiku dan merubah segalanya. 


Pagi itu seperti biasa aku melakukan aktifitas sebagai ibu rumah tangga dan suamiku sudah pergi bekerja pagi buta sekali, dia bekerja sebagai satpam di sebuah perumahan elit di tengah kota. 

Rumah kecil dan sempit ini terasa sangat membosankan bagiku terkadang membuatku jenuh berada di dalamnya, tapi aku suka ketika berada di teras rumah sembari melihat tumbuhan segar di halaman. Setiap sore aku selalu duduk disana dengan menyeduh teh panas kesukaan ku sambil menunggu suamiku pulang. Bagaimana tidak, sudah bertahun-tahun lamanya kami berumah tangga namun belum juga mendapat momongan. Berbagai cara telah kami lakukan mulai dari pengobatan herbal, program hamil, hingga terapi kandungan. 

Kami sempat cek kesuburan waktu itu dan hasil nya normal aku dan suamiku tidak ada penyakit apapun, tapi tuhan belum mengizinkan. Berbagai cemoohan menjadi makanan sehari-hari, melihat kawan sebayaku sudah mempunyai 2 anak kadang juga membuatku iri tak jarang aku menyalahkan diriku sendiri entah aku yang tidak beruntung atau memang aku telah mendapat kutukan.

Suamiku adalah orang paling sabar yang pernah aku kenal, jika aku tidak bersamanya mungkin aku akan mengakhiri hidup ini dari dulu. Aku tak cukup sabar untuk mendengar perkataan orang-orang itu. Setiap hari ia lah yang selalu memberi aku semangat agar terus berusaha dan berdoa serta yakin bahwa nanti akan hadir buah hati yang akan menghapus rasa lelah ini. 

Malam itu udara sedikit berbeda, kami yang berada di depan tv seperti merasa ada yang aneh tidak biasanya, terutama aku. Badan ku merasa sangat lemas dan merasa mual mungkin saja aku magh waktu itu, aku memang menderita magh dari kecil karena nafsu makan ku yang tidak stabil.

Suamiku lantas bergegas mengambilkan ku air hangat dan memberikannya padaku, lantas aku segera beristirahat di kamar dan meninggalkan film favoritku.

Berhari-hari keadaan ku tak kunjung membaik, suamiku terpaksa mengambil cuti untuk menemaniku dirumah. Beberapa kali ia membujuku untuk pergi ke rumah sakit memeriksakan keadaanku, namun aku menolak karena aku tidak mau meminum obat-obatan itu apa lagi harus menginap dirumah sakit. Aku tetap memaksa untuk beristirahat saja dirumah sampai sembuh.

Sore itu tiba-tiba orang tua ku datang kerumah, sedikit kaget rasanya karena mereka memang sangat anti kerumahku, terakhir mereka datang 2 tahun yang lalu itupun karena ingin melihat kondisi rumahku yang hampir roboh terkena gempa.

Mereka yang sudah duduk bersantai di ruang tamu tak lupa aku suguhkan minuman dan beberapa cemilan untuk pembuka obrolan hari itu. Masih sangat penasaran angin apa yang mampu membawa mereka kemari.

Beberapa obrolan basa basi diantara kita cukup hangat terdengar, sayangnya suamiku waktu itu tidak ada dirumah karena ada tugas mendesak. Tak lama kemudian seperti biasa orang tuaku selalu bertanya tentang kapan aku akan mempunyai momongan, sebenarnya wajar saja jika mereka mengidamkan seorang cucu karena mereka juga sudah sangat tua.

Aku yang sedikit geram mencoba untuk meredam emosi, karena tak sekali dua kali mereka bertanya seperti itu dan akhirnya selalu mengomeliku. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengajak mereka menonton tv, tak beberapa lama perut ku mulai mual lagi dan kali ini lebih hebat dari biasanya. Mata kedua orang tuaku sontak menatap tajam kearahku seakan menerka-nerka keadaan ku waktu itu, namun aku menjelaskan bahwa ini hanya magh karena aku telat makan saja. 

Aku yang bergegas pergi ke kamar mandi sekejap keadaan terasa hening, aku rasa sakit ini semakin parah memang seharusnya aku mengikuti saran dari suamiku untuk pergi ke rumah sakit.

Beberapa menit kemudian aku kembali ke ruang tv untuk menemani orang tuaku, tidak enak jika aku meninggalkan mereka terlalu lama. 

Suasana tiba-tiba menjadi canggung dan ibu tak henti-henti menanyakan keadaanku waktu itu, seketika sontak ibu menawarkan ku untuk tes kehamilan entah apa yang mereka pikirkan seakan-akan insting mereka sangat yakin jika aku telah hamil.

Aku yang berulang kali kecewa karena hasilnya selalu negatif berusaha untuk tidak positif thinking dan mengabaikan tawaran itu. Menjelang malam mereka memutuskan untuk pulang dan beberapa jam kemudian suamiku pulang dari tempat kerjanya.

Aku yang menunggunya dari tadi langsung menceritakan kejadian hari itu dan tanggapan suamiku ternyata cukup mencengangkan, ia juga menyuruhku untuk tes kehamilan siapa tau kali ini takdir benar-benar berpihak pada kami. Akhirnya aku mulai termakan bujuk rayu suamiku untuk melakukan tes kehamilan.

Keseokan harinya aku pergi ke apotek di seberang jalan untuk membeli testpack berharap kali ini bukan kegagalan lagi. 

Hari itu suamiku libur bekerja dan ia ingin sekali menyaksikan hasil dari tes kehamilan ku kali ini karena sering kali ia disibukan oleh pekerjaan nya dan mengacuhkan ku.

Aku yang sudah berada di dalam kamar mandi tak henti-henti mengucap doa dengan hati yang berdebar-debar. 

Jika hari ini adalah keberuntunganku aku akan merawat nya dengan sepenuh hati bahkan aku rela menukar nyawaku sekalipun, namu jika ini kesekian kalinya kami gagal maka aku minta kebahagian dan rasa syukur yang lebih banyak lagi untuk kami berdua meskipun tanpa keturunan.

Beberapa menit kemudian setelah selesai aku mencoba membuka mata dari mata yang sengaja aku tutup.

Mataku yang menatap kebenda itu sontak melotot kearahnya, mengangkat hingga mengayun-ayunkan nya ke arah lampu berharap aku salah melihat atau mungkin ini hanya mimpi.

Aku yang terkejut langsung berlari kearah suamiku dan menunjukan hasil tes tersebut yang ternyata hasilnya positif. 

Benar saja hari ini mungkin tuhan telah menunjukan kuasanya dan memberi hadiah atas kesabaran kami selama ini. Suamiku yang tak henti-hentinya memeluk ku dengan rasa syukur menjadi hal yang paling aku tunggu-tunggu selama ini. Aku yang tidak menyangka ingin rasanya aku memberi tau ke seluruh dunia bahwa setelah ini akan ada malaikat kecil yang hidup di antara kami.

Hari berganti hari sangat lah menyenangkan untuk ku kebaikan demi kebaikan seakan menyertai hari-hari kami.

Tidak lupa aku mengabari keluargaku tentang kabar bahagia ini dan aku yakin mereka pasti akan bahagia sepertiku. 

Tak terasa bulan semakin cepat berganti nikmatnya tubuh menggendut, perut mulai buncit, nafsu makan berubah-ubah dan kaki yang terasa bengkak sangat aku nikmati.

Suamiku yang selalu menjadi garda terdepan selalu menjaga ku dan janin ku dengan baik, orang tuaku yang mulai mendukung dan menyayangiku serta orang-orang yang tak lagi mengoceh seperti surga dunia bagiku.

Beberapa bulan kemudian tepat diusia kehamilan yang mendekati persalinan aku dan suamiku berencana untuk pergi kerumah orang tuaku, aku ingin sekali persalinan ku tak jauh dari mereka dan aku juga bermaksud untuk meminta doa agar di beri kelancaran dalam persalinanku nanti.

Detik-detik persalinanpun tiba aku beserta keluarga besar bergegas ke rumah sakit terdekat dan menyiapkan beberapa barang untuk dibawa kesana. 

Aku yang mulai gelisah sembari melawan rasa kontraksi yang hebat berharap bisa selamat dari persalinan ini. Tak selang beberapa lama anak pertama kami pun lahir berkelamin laki-laki dengan suara keras percis seperti ayahnya. 

Pertama kali aku mendengar suara paling merdu suara tangisan anak ku yang 18 tahun sudah kami nantikan, banyak perjuangan yang telah kami lewati hingga lika liku pahit getir omongan yang kurang enak di dengar tentang aku yang tak kunjung mengandung. 

Rasa syukur bagaikan air yang tak ada habisnya terucap dari sekian banyak bibir keluargaku. Kali ini gelar terhebat telah aku capai dan aku juga berikan kepada suamiku, tanggung jawab yang lebih besar lagi siap kita tanggung bersama. 

Sebuah titipan dan karunia terhebat yang tuhan kasih kepada kami, seorang anak yang lucu penghibur lara pembawa bahagia semoga menjadi kebanggaan dan semangat hidup baru untuk ku, seorang ibu sederhana yang pernah berjuang susah payah mendapatkan nya.






Kamis, 17 November 2022

BUNGA TERAKHIR


Kata orang pernikahan itu sumber bahagia dan katanya pernikahan itu sebagai pelengkap hidup kita yang kosong di masa lalu. Katanya meskipun kita sudah menikah kita masih bisa berkarya, bekerja maupun sekedar bersenang-senang dengan kawan lama, sebagian mempercayai itu namun sebagian tidak.

Menikah itu sebuah pilihan, baik atau tidak adalah resiko. Kejujuran dalam pernikahan adalah kunci dan kesiapan mental adalah gerbang, namun sampai sekarang perceraian masih dijadikan jalan keluar atas pondasi yang mereka bangun entah karna ada kekerasan di dalam nya atau sesuatu yang memang di luar ekspektasi kita.

Aku Sandrina, wanita 21 tahun yang sudah menikah 3 tahun lalu dan sekarang sudah memiliki 1 orang malaikat kecil, hanya itu yang aku punya. Aku memutuskan tidak melanjutkan pendidikan dan memutuskan untuk menikah dini dengan kekasih yang usianya jauh lebih dewasa dariku yang aku cintai pada waktu itu,  aku kira semuanya akan berjalan sesuai alurnya dan sebahagia rumah tangga orang lain. Aku melihat beberapa orang bahagia dengan keluarga kecilnya, mempunyai anak yang lucu, rumah yang sederhana, kegiatan-kegiatan yang menyenangkan sebagai seorang ibu dan masih banyak lainnya.

Orang tuaku bahagia saat itu, aku melihat banyak harapan dimata mereka dan banyak pelukan yang menyertai. Ada filosofi mengatakan, jika kau sudah menemukannya maka menikahlah, karena tua sendirian itu menyedihkan.

Tahun pertama aku dan suamiku memutuskan untuk pisah rumah dengan orang tuaku, kami memutuskan untuk membeli rumah di sebuah perumahan yang tak jauh dari rumah , agar jika orang tuaku ingin menengok kami mereka tidak perlu jauh-jauh keluar kota.

Semua berjalan dengan menyenangkan, pekerjaan suamiku juga semakin lancar kami berdua sangat mensyukuri pernikahan ini.

Tahun kedua aku diberi anugerah dan kepercayaan dari Tuhan sebuah kehidupan baru muncul diperutku, keluarga besar kami sangat bahagia dan kami pun merayakan peristiwa itu. Hingga akhirnya anak pertama kami lahir, malaikat kecil bermata bulat mempunyai pipi merah persis seperti ayahnya.

Betapa bahagia mempunyai suami yang sangat sayang kepadaku dan seorang anak yang sangat menggemaskan, ucapan demi ucapan dari orang terdekat turut melengkapi. Namun setelah aku mempunyai anak suamiku melarangku untuk bekerja dan mengurangi aktifitas diluar rumah, ya mungkin saja agar aku lebih fokus menjaga anak ketika ia tidak ada dirumah.

Tahun ketiga tepat 1 tahun anak kami lahir, kami berencana merayakan nya di suatu villa di puncak dengan beberapa keluarga besar.

Ketika persiapan telah matang kami pun segera melangsungkan acara tersebut, tidak kuduga sahabat dekatku (Irina) yang lama tidak ada kabar tiba-tiba hadir di acara ulang tahun anak ku.

Sedikit rasa aneh dan banyak pertanyaan, namun aku tetap menyapanya penuh rasa hangat mungkin saja ini adalah surprise kecil untukku dari suamiku karena dia tau aku dan Irina sudah berteman cukup lama.

Tidak lama kemudian terlihat sosok anak kecil berlari menghampiri Irina dan memanggilnya mama, betapa senang aku melihat Irina ternyata dia juga sudah mempunyai seorang anak. Aku dan Irina memang menikah dini jarak pernikahan kami juga tidak jauh, setelah beberapa bulan Irina menikah barulah aku menikah namun aku tidak tau sama sekali dia menikah dimana dan seperti apa suminya, kami sudah jarang berkomunikasi waktu itu.

Akupun segera memanggil suamiku untuk mengucapkan banyak terimakasih sudah mempertemukan aku dengan sahabatku, namun seketika raut wajah suamiku tiba-tiba berubah tidak ada senyuman bahkan sepatah katapun tak terucap.

Tak selang  beberapa lama anak Irina menghampiri suamiku dan merangkulnya seperti seorang anak yang memeluk bapaknya. Aku masih mencoba berfikir positif waktu itu meskipun semua tamu menatap kami bertiga dengan tatapan aneh, aku mencoba bertanya pada Irina apakah dia kesini bersama suaminya?, namun tidak ada jawaban malah sorot mata Irina langsung menatap ke arah sumiku.

Aku semakin kikuk saat itu semakin merasa banyak keganjalan, pada saat anak Irina memanggil suamiku dengan sebutan ayah barulah aku paham. Aku menangis sejadi-jadinya membawa putriku masuk kedalam kamar, tidak ada penjelasan apapun yang bisa aku terima saat itu hanya kekecewan dan trauma yang mendalam. Aku hanya mendengar ketukan pintu berulang kali menyuruhku untuk keluar mendengarkan banyak omong kosong dan tipuan. 

Bagaimana bisa suamiku yang sangat aku percaya yang sangat bertanggung jawab atas keluarganya, menikah lebih dulu dengan sahabatku dan lebih dulu mempunyai anak darinya.

Malam itu terasa seperti mimpi buruk di pernikahanku sendiri, bangunan yang kami bangun dengan susah payah hancur dalam satu malam. Keluargaku sangat kecewa, mencoba menenangkan ku setiap hari.

Seminggu berlalu kami sudah pisah rumah dan anakku bersamaku, aku melayangkan gugatan cerai ke pengadilan bersama orang tuaku. Rasa  kecewa masih ada, aku berharap ini keputusan yang terbaik dan aku berharap hak asuh anakku jatuh kepada ku.

Beberapa bulan lamanya aku pun dan mantan suamiku mendapat panggilan ke pengadilan untuk menerima keputusan terakhir, setelah palu di ketuk akhirnya hak asuh anak jatuh kepadaku dan sekarang kami resmi bercerai menjalani kehidupan sendiri-sendiri dengan pilihan masing-masing.


 


Angan Kenang

hai kamu, maaf ya lagi dan lagi aku memaksamu untuk menerimaku. maafkan aku yang selama ini memaksa mu meluangkan waktu. maafkan aku jika se...